Timbangan
Sudah dua minggu ini ada penghuni baru di kantor. Sebuah timbangan dijital yang selalu mengundang hasrat untuk dinaiki. Kami sengaja menaruhnya tidak jauh dari pintu ruangan supaya terlihat oleh siapa pun yang masuk. Bahkan kami memasang himbauan untuk semua orang agar menaikinya sebelum masuk ke ruangan.
Walaupun sering dinaiki bapak-bapak dengan bobot yang tidak ringan - bahkan ada yang lebih dari 100 kilogram -, timbangan ini tidak pernah mengeluh. Dia menerima semuanya. Laki-laki, perempuan, kurus, gemuk, ringan, berat, semuanya ia terima dengan lapang dada.
Keluhan justru sering terdengar dari si penimbang berat badan. Hah, kok naik dua kilo! Hah, hanya makan gorengan sepuluh saja kok sampai sekilo setengah naiknya. Duh, minum air lima gelas juga ternyata bikin naik timbangan tho. Lalu mereka membuat janji-janji yang tidak pernah mereka tepati.
Kehadiran timbangan dijital di ruangan memberikan kami kebiasaan baru. Semua orang menjadi hobi menimbang berat badannya. Sedikit-sedikit nimbang, nimbangnya sedikit-sedikit. Sebenarnya ada bagus juga. Minimal bisa menjaga porsi makanan, untuk yang kelebihan berat badan. Yang kurang berat badan bisa sering-sering minta traktir temannya.
Sungguh fenomenal. Satu orang mungkin bisa menimbang sampai sepuluh kali sehari. Mungkin bisa diusulkan kepada bendahara untuk meletakkan kotak infak di sebelah timbangan. Sekali menimbang lima ribu rupiah. Pasti kotaknya cepat penuh. Mudah-mudahan sih, sering-sering menimbang bikin kita ingat juga kalau di akhirat nanti ada juga urusan timbang-menimbang. Di akhirat nanti, berat badan kita tidak ada pengaruhnya, karena yang ditimbang adalah amal perbuatan kita. Timbangan di akhirat sangat akurat, sampai-sampai amal seberat dzarrah (pikirkan bagian terkecil benda, Quark misalnya) pun tidak akan luput dari timbangan ini. Hasil timbangan akan menentukan ke mana selanjutnya kita pergi. Apakah kita akan memperoleh kehidupan yang diridhoi atau sebaliknya.
2019
Comments
Post a Comment