Stasiun
Luas aula keberangkatan stasiun Gambir tidak berubah, masih sama seperti dulu. Yang berubah adalah kios-kiosnya. Sejak adanya perubahan sistem penjualan tiket kereta api menjadi online, loket-loket penjualan tiket kini sudah berganti dengan dengan KFC. Antrian pembeli tiket juga telah diganti dengan antrian pembeli ayam goreng. Saya melihat seorang ibu muda membawa nampan penuh ayam goreng dan Pepsi berjalan menghampiri suami dan anak-anaknya yang sudah menunggu di meja. Di sebelah mereka sepasang muda-mudi sedang asik mengobrol sambil menghabiskan paket sayap ayam dan minuman soda.
Puluhan penumpang duduk di deret-deret kursi ruang tunggu di tengah aula keberangkatan. Beberapa orang asyik memainkan telepon genggamnya. Yang lainnya asyik mengobrol dengan teman sebelahnya. Tidak jauh dari tempat tunggu, seorang gadis melambaikan tangan kepada beberapa orang yang mengantarnya, kemungkinan adalah kedua orang tuanya dan seorang adiknya. Ia memasuki pintu masuk stasiun yang menjadi batas kebersamaan mereka. Penjemput dan pengantar memang tidak lagi diperkenankan untuk mengantar penumpang sampai peron.
Persis di sebelah kiri pintu masuk aula keberangkatan berdiri loket-loket pencetak tiket mandiri. Loket-loket ini mirip ATM, dilengkapi layar komputer, keyboard dan printer. Penumpang memasukan kode booking yang mereka dapat dari agen penjualan di mesin ini untuk mendapatkan tiket mereka. Seorang petugas bersiap untuk memberikan bantuan jika ada penumpang yang membutuhkan. Walaupun hanya memasukan kombinasi enam huruf dan angka melalui layar sentuh dan menekan enter, ada saja penumpang yang kesulitan, terutama penumpang yang sudah berumur.
Para penumpang yang menunggu keberangkatan maupun yang baru saja datang dari perjalanan dimanjakan dengan berbagai macam kedai makanan dan minuman. Kedai kopi Starbucks berada persis di sebelah kanan aula, di sisi yang berlawanan dengan gerai KFC. Keduanya menempati lokasi strategis yang sangat mudah ditemukan. Aroma pastry yang berasal dari gerai Beard Papa's yang terletak persis di sebelah pintu pemeriksaan tiket, merambat lembut, berlomba dengan suara petugas wanita yang mengumumkan keberangkatan kereta berikutnya.
Stasiun gambir jelas sudah jauh berbeda dari stasiun gambir yang pernah aku kenal beberapa tahun yang lalu. Namun, apa yang aku rasakan dari getaran jiwa-jiwa orang-orang di sekitarku masih sama belaka. Pada tempat-tempat pertemuan dan perpisahan seperti stasiun, terminal, bandara, dan pelabuhan, aku merasakan getaran kebahagiaan, harapan, bahkan kesedihan. Getaran-getaran jiwa itulah yang membuat tempat-tempat itu terasa hidup. Di sekelilingku mungkin ada seorang nenek yang sedang menunggu cucunya, seorang suami yang tidak sabar lagi bertemu dengan istrinya, seorang gadis yang menunggu perjumpaan dengan kekasihnya, orang tua yang tak sabar ingin melepas rindu kepada anak-anaknya. Mungkin juga ada jiwa-jiwa yang sesak menjelang perpisahan, dengan atau tanpa harapan untuk bertemu.
Stasiun hanyalah tempat persinggahan, tentu tidak ada yang mau tinggal di stasiun. Dan begitulah semestinya kita memandang dunia. Dunia hanyalah tempat persinggahan saja. Manusia diberi kebebasan untuk memilih tujuan perjalanan selanjutnya setelah kehidupan sementara di dunia. Manusia memilih sendiri tiketnya. Kemanapun tujuan perjalanan kita, jangan lupa untuk mempersiapkan bekalnya.
2018
Comments
Post a Comment