Robohnya Surau Kami
Robohnya Surau Kami, bagi saya, adalah bintang dalam kumpulan cerpen AA Navis yang berjudul sama dengan cerpen pertamanya. Mungkin sudah banyak yang tahu ceritanya, tapi bolehlah saya ceritakan kembali sedikit saja.
Nun di sebuah surau di satu negeri hiduplah seorang kakek yang sedari muda hidup sebagai penjaga surau. Segala hiruk-pikuk kehidupan dunia ditinggalkannya. Kerjanya hanya sembahyang dan mengaji. Namun, di suatu hari sang kakek ditemukan mati di suraunya, menggorok lehernya sendiri. Penyebabnya ternyata sepele saja, ia gusar karena mendengar sebuah cerita yang dikarangkan Ajo Sidi, tetangganya yang menitipkan pisau cukur untuk diasah.
Ajo Sidi bercerita tentang Haji Saleh yang sesudah mati mengantri untuk dihadapkan pada Tuhan. Haji Saleh, karena kesalehannya begitu yakin kalau dia akan dimasukan ke surga. Tidak lama berselang, sampailah giliran Haji Saleh. Tuhan menanyakan pertanyaan pertama.
"Apa kerjamu di dunia?"
"Aku menyembah Engkau selalu Tuhanku."
"Lain?"
"Setiap hari, setiap malam. Bahkan setiap masa aku menyebut-nyebut namamu."
Begitulah Haji Saleh menjawab pertanyaan itu, namun Tuhan ternyata belum puas, ditanya-Nya lagi apa yang sudah diperbuat Haji Saleh di dunia. Haji Saleh menjawab sebenar-benarnya dan semua yang telah dilakukannya yang intinya adalah bahwa tiada yang ia kerjakan kecuali menyembah-Nya. Masih kurang puas, Tuhan bertanya lagi tentang apa lagi yang dikerjakannya di dunia. Setelah tidak ada lagi yang bisa dijawabnya, Tuhan memerintahkan malaikat untuk memasukkan Haji Saleh ke neraka. Sampai di neraka ia semakin terheran-heran karena banyak pula orang senegerinya yang tak kurang ibadahnya dari dia juga dimasukkan dalam neraka.
Haji Saleh dan teman-temannya mengobrol dan sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan sudah berlaku tidak adil. Mereka lalu sepakat berangkat bersama-sama untuk melayangkan protes kepada Tuhan.
Tuhan bertanya, "Kalian mau apa?”
Haji Saleh yang didapuk jadi pemimpin lalu mengutarakan nota protesnya kepada Tuhan dengan lantang dan berirama indah. Dia sampaikan bahwa mereka adalah umat Tuhan yang paling taat beribadah dan paling taat menyembah. Sebagai penutup dia menuntut agar keputusan Tuhan memasukkan mereka ke neraka ditinjau kembali.
Setelah Haji Saleh selesai, sambil manggut-manggut Tuhan bertanya pada mereka, "Kalian di dunia tinggal di mana?"
"Kami adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia Tuhanku."
"O, di negeri yang tanahnya subur itu?"
"Ya, benarlah itu Tuhanku."
Lalu Tuhan menyebutkan ciri-ciri Indonesia dengan segala kekayaanya tapi penduduknya melarat karena lama diperbudak orang lain, negeri yang kekayaannya dikeruk dan dibawa ke negeri orang, negeri yang selalu kacau hingga berkelahi sesama rakyatnya sedangkan hasil tanahnya orang lain yang mengambilnya, dan kerelaan mereka untuk tetap melarat hingga anak cucu mereka juga melarat.
Lalu mereka menjawab, bahwa walaupun melarat anak cucu mereka semua pintar mengaji dan hafal Alquran di luar kepala.
"Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak dimasukkan ke hatinya, bukan?"
"Ada, Tuhanku."
"Kalau ada kenapa engkau biarkan anak cucumu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Sedang harta bendamu kau biarkan orang lain yang mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antar kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri engkau negeri yang kaya raya tapi engkau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedangkan aku menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk disembah saja, hingga kerjamu tidak lain hanya memuji dan menyembahku saja." Tuhan lalu memerintahkan Haji Saleh dan teman-temannya dikembalikan ke neraka.
Sebenarnya masih ada satu pertanyaan yang membuat Haji Saleh penasaran, tetapi ia takut bertanya pada Tuhan. Akhirnya ia bertanya pada malaikat yang mengiringi mereka ke neraka.
"Salahkah menurut pendapatmu kalau kami menyembah Tuhan di dunia?" tanya Haji Saleh.
"Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat sembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, sehingga mereka itu kocar kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semua, tapi engkau tak mempedulikan mereka sedikit pun."
2018
Comments
Post a Comment