Kota Nabi

Begitulah resam dunia

Tidak kekal selamanya

Hati-hati sebelum kena

Agar tidak terpedaya...

Hmmmm... hmmmmm

-- Resam Rindu, P Ramlee

Penggalan lirik dari lagu Resam Rindu yang dinyanyikan seniman Melayu P Ramlee di film Bujang Lapuk yang saya putar di pesawat turut mengantarkan saya menuju Kota Madinah. Kota yang akan saya singgahi terlebih dahulu sebelum menjalankan ibadah umroh di kota Makkah. Setelah film itu habis saya tonton, setidaknya masih ada sekitar dua jam lagi sebelum pesawat mendarat di bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMMA).

Perjalanan dari Kuala Lumpur menuju Madinah setidaknya memakan waktu delapan setengah jam. Waktu yang cukup lama, sehingga tentu saja membuat semua pemumpang ingin duduk dekat-dekat dengan keluarganya. Istri dengan suaminya, anak dengan ibunya, kakak dengan adiknya atau mungkin juga ada penumpang yang ingin duduk dengan tetangga di kampungnya. Beberapa penumpang memang seharusnya didampingi oleh kerabat seperti pengguna kursi roda dan anak di bawah umur. Hal ini tentu saja tidak begitu saja bisa dipenuhi oleh petugas check-in yang mengatur tempat duduk.

Check-in rombongan memang biasamya tidak dilakukan masing-masing penumpang, melainkan oleh tour leader atau petugas travel. Sebelumnya memang kita bisa menitip pesan kepada tour leader agar bisa duduk dekat dengan keluarga, tapi hasilnya belum tentu juga karena memang petugas maskapailah yang memberikan nomor kursi. Saya yang kali ini berangkat bersama istri dan anak saya yang pertama berharap juga bisa duduk berdekatan. Tapi saya pasrah saja karena beberapa kali berangkat umroh dengan istri jarang sekali mendapatkan nomor tempat duduk yang bersebelahan. Tapi alhamdulillah hampir selalu bisa selalu duduk bersebelahan. Bagaimana caranya. Insyaallah selalu ada cara.

Untuk mengantisipasi berbagai hal yang mungkin terjadi, biasanya memang jamaah dibawa ke bandara atau diminta berkumpul di bandara lebih awal, sekitar empat jam sebelum waktu keberangkatan. Hall keberangkatan terlihat ramai sekali oleh penumpang. Dari seragam seragam batik yang mereka kenakan saya bisa yakinkan kalau mereke juga adalah sesama jamaah umroh dari Indonesia. Lagipula, tujuan penerbangan kali ini memang langsung ke Madinah dan sudah dirancang untuk melayani jamaah umroh. Di sebelah saya duduk satu keluarga yang berasal dari Cilacap, mereka berangkat dari bandara Solo. Di samping kanan dan di depan saya duduk beberapa jamaah dan keluarga mereka, yang dari logat bicaranya saja dapat saya pastikan berasal dari Malaysia. Saya dan keluarga yang sekarang tinggal di Depok malah mendaftar dan berangkat dengan travel yang berasal dari Riau bersama jamaah dari Pekanbaru, Bangkinang, Rengat dan beberapa orang dari Medan.

Setelah selesai check-in, Tour Leader membagikan paspor dan boarding pass seluruh jamaah yang sudah cukup lama menunggu. Dengan harap-harap cemas saya membuka paspor-paspor yang sudah dibagikan dan mengambil tiga boarding pass yang terselip di dalamnya. Alhamdulillah istri dan anak saya mendapatkan nomor tempat duduk bersebelahan. Saya sendiri mendapatkan nomor tempat duduk persis di belakang mereka. Saya pikir tidak mengapa, walaupun berbeda baris, toh masih berdekatan. Saya belum tahu bagaimana dengan jamaah yang lain. Di sebelah saya duduk dua orang penumpang. Salah satunya adalah bapak-bapak berumur sekitar lima puluh tahunan, dia terlihat gelisah karena terpisah tempat duduk dengan ibunya. Dia ingin duduk dekat dengan ibunya yang memakai kursi roda. Dia menawari penumpang sebelah saya untuk bertukar tempat dengan ibunya. Beberapa saat kemudian bapak itu sudah menghilang dan kembali bersama dengan ibunya. Rupanya penumpang sebelah saya setuju untuk bertukar dengan ibunya. Saya melihat penumpang yang duduk di sebelah anak dan istri saya sudah bertukar tempat dengan penumpang lainnya. Melihat itu saya tidak menyia-nyiakan kesempatan. Saya meminta penumpang itu untuk bertukar tempat dengan saya sehingga saya bisa duduk sebaris dengan istri dan anak saya. Alhamdulillah, penumpang tersebut mau. Seperti itulah bagaimana penumpang keluarga dengan nomor tempat duduk terpisah-pisah, bisa kembali berkumpul selama perjalanan. Hiruk-pikuk seperti ini bisa dipastikan terjadi pada saat boarding pesawat yang dipenuhi jamaah umroh.

Beberapa saat sebelum mendarat, dari jendela pesawat saya bisa melihat kilauan lampu-lampu kota Madinah al Munawwarah. Sesuai dengan namanya, kota ini begitu bersinar. Bukan hanya karena lampu-lampu, sinar sebenarnya berasal dari Nabi Muhammad SAW yang sejak kedatangannya ke Madinah 1400 tahun lalu disebut sebagai purnama yang bersinar oleh kaum anshar yang menyambut Beliau Sallallahu Alaihi Wa Sallam. Sinar itu kini menyinari hati dan kehidupan seluruh umat beliau di seluruh dunia. Sinar beliau membawa saya dan jutaan jamaah lain mengunjungi kota ini untuk mengobati kerinduan.

2019

Comments

Popular posts from this blog

Karya Besar Vincent van Gogh

Yang Muda Berhaji

11 Lagu Wajib Anak Tongkrongan Depan Gang Tahun 90'an