Menyalahkan Setan
Akhir pekan kemarin saya salat isya di masjid Al-Falah jalan Sumatera. Saya sampai dua menit sebelum iqamat, sehingga masih sempat salat sunah qabliyah dua rakaat. Ketika pengatur waktu iqamat berbunyi, jamaah mulai berdiri, mengatur, merapihkan dan meluruskan saf. Muazin menghampiri mikrofon di sebelah mimbar. Sebelum iqamat sang muazin memberikan pengumuman, mengingatkan jamaah untuk menaruh tas atau barang berharganya di depan saf atau di tempat dalam jangkauan pengawasan. Muazin juga tidak lupa mengingatkan jamaah untuk mematikan atau minimal mengatur gawainya menjadi senyap. Setelah selesai memberikan maklumat, iqamat pun dilantunkan sang muazin.
Salat dimulai setelah imam mengingatkan jamaah untuk meluruskan dan merapatkan barisan. Setelah yakin semua barisan sudah rapih, sang pemimpin salat berjamaah mulai melantunkan takbir. "Allahu Akbar," Kalimat takbir mengawali salat. Dari sekian banyak kalimat-kalimat baik, takbir menjadi rukun yang wajib diucapkan pada awal salat. Kalimat takbir menegaskan bahwa apa yang selain Allah adalah lebih kecil dari-Nya. Pengakuan diri lebih kecil memang selayaknya diucapkan hamba jika menghadap Tuhannya. Imam selanjutnya membacakan surat pembuka dalam Al-quran, Alfatihah. Surat Alfatihah dibaca imam dengan nada yang lumayan tinggi dari awal sampai kesudahan suratnya. Sampai pada akhir surat, sebelum jamaah menjawab dengan kata amin, saya sempat khawatir, jangan-jangan jawaban amin jamaah fals karena nada dasar imam terlalu tinggi. Saya siap-siap dengan amin terbaik. Ketika sampai saat jamaah mengucapkan amin, alhamdulillah kekhawatiran saya tidak terjadi. Amin terdengar mulus. Beberapa jamaah mengambil nada rendah dan lainnya pada nada tinggi melanjutkan nada imam sehingga mengasilkan amin yang harmonis.
Sampai di rakaat ketiga, perhatian saya teralih pada bunyi telepon genggam seorang jamaah. Bukan panggilan telepon sepertinya, hanya pemberitahuan whatsapp atau pesan singkat. Bunyinya tidak begitu keras. Meskipun begitu, karena suasana senyap, suaranya menjadi terdengar cukup jelas. Saya mencoba tidak berkomentar dan tidak mengalihkan perhatian. Lama-lama saya mulai memikir-mikir. Kok masih saja ada yang lupa, bukannya tadi sudah diperingatkan muazin untuk mematikan atau mengatur setiap perangkat komunikasi menjadi senyap? Bahkan di beberapa sudut masjid, di depan pintu masjid, di dalam ruangan masjid dan pada televisi di depan ruangan salat ditayangkan peringatan untuk mematikan atau mengatur perangkat komunikasi menjadi senyap. Saya terus menganalisis kenapa sih begini dan kenapa begitu. Saya malahan sampai pada kesimpulan sok tahu kalau masalah umat islam bersumber pada ketidakpedulian dan ketidaktaatan pada aturan. Karena umat islam sering nyuekin aturan Allah.
Dan begitulah, ketika saya sukses menganalisis kesalahan orang lain, momen berharga pertemuan dengan Allah, Tuhan semesta alam saya sia-siakan begitu saja. Kemudian seperti biasa manusia lemah seperti saya akan menyalahkan orang yang telepon genggamnya tadi berbunyi dan mengkambinghitamkan setan yang sebenarnya sudah sukses melaksanakan perannya. Tapi tunggu, apakah adil menyalahkan setan atas kelemahan saya sendiri?
December 4, 2017
Comments
Post a Comment