Kembali ke Bandung

"Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi" - Pidi Baiq
Tulisan yang mengutip Pidi Baiq - saya tidak kenal, tapi sepertinya beliau ini cukup terkenal dan saya sering melihat beberapa novel karangannya di beberapa toko buku besar dan kecil - di atas akan terlihat jika kita berjalan melewati sebuah JPO yang tidak berfungsi di Jalan Asia Afrika, Bandung. Sebelumnya saya berjalan dari hotel Preanger, sebuah hotel tua legendaris yang terletak di ujung jalan Asia Afrika, menuju Masjid Raya Bandung.
Sepanjang dua kali perjalanan ke Masjid Raya, saya melewati trotoar Asia Afrika yang lebar, dilengkapi jalur tuna netra, banyak bangku-bangku taman dan sangat bersahabat untuk pejalan kaki. Sejak keluar dari halaman hotel saya disuguhi pemandangan gedung-gedung tua yang masih terpelihara dengan baik. Di sebelah hotel Preanger adalah kantor Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat yang di halamannya berdiri tugu 0 kilometer Bandung. Mengelilingi tugu itu, di depan sebuah lokomotif kecil terdapat patung 4 tokoh yang salah satunya saya baca namanya sekilas adalah Mr. Herman Willem Daendels, seorang mantan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Setelah beberapa menit berjalan melewati kantor Pikiran Rakyat, sebuah kios Circle K, hotel Savoy Homann, bank OCBC NISP, kedai kopi Starbucks, Gedung Merdeka dan beberapa bangunan tua lain, saya sampai juga di JPO dengan kutipan dari kang Pidi Baiq yang saya tulis di awal. JPO ini kelihatannya sudah tidak dipergunakan lagi karena tangga naiknya ditutup pintu teralis. Karena JPO ini besar, begitu melewati trotoar di bawahnya, kita seperti masuk ke dalam lorong. Memang tidak terlalu panjang, mungkin hanya sekitar 7 meter dengan lebar sekitar 3 meter. Tidak ada penerangan yang memadai di lorong ini dan yang memberi kesan istimewa adalah aromanya yang membuat saya ingin menyambungkan selang blangwir ke hydrant terdekat dan menyemprotkan ribuan kubik air ke lantai dan pojok-pojoknya. Banyak orang-orang yang tidak bertanggungjawab rupanya kerap menggunakan lorong gelap di bawah JPO ini sebagai toilet instan di waktu malam. Ajaibnya, pada waktu siang, sekumpulan anak-anak tanggung yang sepertinya sedang berwisata di sekitaran Asia Afrika dan alun-alun menggunakan lorong itu sebagai tempat berteduh sambil duduk bersila dan asyik bersenda-gurau. Besar harapan Pemkot Bandung atau siapa pun bisa menghidupkan kembali JPO ini atau mengalihkan fungsinya sehingga tidak lagi dijadikan toilet instan. Ini sangat penting karena banyak dilewati pejalan kaki.
Kunjungan saya ke Bandung kali ini untuk agenda yang sangat penting. Saya sudah membuat janji untuk mengambil berkas jaminan KPR yang sebenarnya sudah saya lunasi sekitar setengah tahun yang lalu. Ini akan menjadi penanda kebebasan saya dari membayar cicilan ke bank. Beberapa tahun ini saya berusaha sekuat tenaga untuk dapat melunasi segala pinjaman yang berhubungan dengan bank berupa kartu kredit dan KPR. Saya menjual apa saja yang bisa saya jual seperti mobil, furnitur seisi rumah, perhiasan, sampai koleksi poster, CD dan piringan hitam band favorit saya untuk bisa melunasi satu per satu kredit di bank.
Sampai pada KPR yang saya mau ambil jaminannya ini, saya sudah bingung mau jual apa lagi. Saya bahkan sampai menyebarkan pesan ke berapa grup whatsapp, facebook dan mengirimkan pesan pribadi kepada beberapa orang untuk menanyakan ada atau tidak perorangan atau lembaga yang bisa membantu saya melunasi pinjaman saya. Ternyata saya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Tadinya saya kira lembaga-lembaga pengumpul zakat mempunyai program seperti ini. Saking getolnya saya bertanya sampai-sampai ada yang menasehati saya untuk tidak meminta-minta kepada makhluk, hanya meminta tolong kepada Allah. Itu benar, tapi sebenarnya kurang nyambung dengan pertanyaan saya atau apa yang saya cari. Apakah saya bisa minta tolong Allah untuk memfotokopikan berkas atau membelikan makan siang? Bisa. Saya tinggal berdoa. Allah mengabulkan. Allah menggerakkan kaki saya menuju mesin foto kopi dan meminta tolong office boy membelikan makan siang atau menelpon pesan antar. Karena belum ketemu juga, yang bisa saya lakukan hanya berdoa. Alhamdulillah, Allah menjawab permohonan melalui keluarga dekat. Ketika mertua saya pensiun, beliau meminjamkan seluruh uang pensiun dan tabungannya untuk melunasi hutang terakhir saya di bank. Sekarang saya tidak lagi mencicil ke bank, saya mencicil tanpa bunga dan insya Allah akan lunas dalam satu tahun ke depan.
Sampai saat ini, salah satu cita-cita terbesar saya adalah mendirikan lembaga keuangan yang bisa membantu orang-orang yang ingin membebaskan diri dari riba. Hal yang paling sulit dan memerlukan kemauan yang keras adalah hidup sesuai dengan kemampuan dan tidak tergoda dengan gempuran tawaran KTA, pencairan dana tunai kartu kredit, DP murah dan teman-temannya. Semoga Allah memberikan pertolongan kepada kita semua untuk terlepas dari jeratan riba dengan memudahkan niat serta memberikan kekuatan dan kemudahan untuk bisa melunasi dengan segera dan berjanji untuk tidak mengulangi lagi. Bagi yang belum, mohonkan pertolongan untuk diberi kekuatan untuk tidak tergoda.
Kiranya Allah selalu menolong kita untuk saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.

July 14, 2017

Comments

Popular posts from this blog

Karya Besar Vincent van Gogh

Yang Muda Berhaji

11 Lagu Wajib Anak Tongkrongan Depan Gang Tahun 90'an