Dunia Facebook yang Fana

Saya tergolong telat membaca novel '1984' karangan George Orwell yang sangat terkenal itu. Novel '1984' yang terbit di tahun 1949 itu bercerita tentang kehidupan di London tahun 1984. George Orwell menceritakan masa depan versinya.
Tahun 1984 di buku tersebut digambarkan sebagai masa ketika kebebasan sudah tidak lagi ada. Bahkan mungkin hampir dihapus dari kamus. Semua kegiatan warga dan bahkan pemikirannya diatur oleh penguasa tertinggi partai yang disebut Big Brother. Entahlah Big Brother ini sebenarnya ada atau tidak tapi digambarkan bahwa si Bung Besar ini selalu mengawasi penduduk London pada saat itu. Rumah-rumah dipasangi alat semacam televisi yang memutar acara-acara yang berisi program-program partai sebagai alat propaganda dan yang paling penting adalah alat ini juga bisa berfungsi sebagai kamera yang bisa melihat dan mendengar, bahkan bisa menilai mimik muka. Alat itu disebut Telescreen.
Tempat-tempat umum juga tidak luput dari pengawasan telescreen dan mikrofon-mikrofon yang dipasang di tempat-tempat rahasia dan siap menangkap segala kelakuan dan pembicaraan penduduk kota. Intinya adalah si Bung Besar selalu mengawasi.
Bukan hanya itu, segala aktivitas warga kota juga diatur. Selain bekerja, terdapat aktifitas-aktifitas komunal yang harus dihadiri. Salah satu aktivitas yang rutin harus dihadiri adalah Dua Menit Benci. Dalam acara ini, warga kota dikumpulkan dalam sebuah ruangan dengan teleskrin besar dan diputarlah profil seseorang yang biasanya dianggap penentang pemerintah dan pembuat makar, lalu warga kota akan mengutuk-ngutuk, mencaci dan menumpahkan kebencian terhadap sosok yang ditampilkan tersebut. Semakin baik ekspresi kebencian yang dikeluarkan oleh seseorang maka orang tersebut akan semakin aman. Jika ada seseorang yang gagal mengeluarkan ekspresi kebencian atau minimal air mukanya terlihat tidak suka berada di tempat itu, maka siap-siap saja untuk menuai akibatnya. Hal yang paling buruk bisa terjadi adalah dia akan di-unperson-kan atau dihilangkan. Mengerikan.
Anehnya, gejala-gejala ini mulai terlihat khususnya di dunia Facebook. Facebook dijadikan alat semacam Telescreen dalam acara Dua Menit Benci. Warga facebook diberikan sajian-sajian, berita-berita, artikel-artikel, gambar-gambar yang membangkitkan amarah, kebencian, dan memancing reaksi. Ketika kita gagal berekspresi atau bereaksi, gagal mengutuk-ngutuk, diam saja, tidak teriak-teriak, kita bisa saja disebut munafik, tidak berperasaan, tidak peka, tidak punya hati, tidak beradab, tidak berperikemanusiaan, setuju dengan teroris dan lain-lain. Parahnya, tidak perlu peran Big Brother untuk menghakimi, sesama warga Facebook saja sudah cukup.
Well, yang mau saya bilang adalah, dunia Facebook ini dunia yang fana, jangan terlalu terlena olehnya. Lihat disekelilingmu, dunia ini begitu indah dan penuh warna-warni. Lihat kiri dan kananmu, masih banyak orang-orang yang tersenyum padamu. Lihat ke depan, masih banyak orang-orang yang menyapamu tanpa peduli warna kulitmu, apa agamamu, dari mana asalmu, apa sukumu dan isi dompetmu.

November 15, 2016

Comments

Popular posts from this blog

Karya Besar Vincent van Gogh

Yang Muda Berhaji

11 Lagu Wajib Anak Tongkrongan Depan Gang Tahun 90'an