Libur akhir tahun 2015
Saya baru saja menemukan kembali catatan perjalanan akhir tahun 2015, pada saat itu saya merasakan terjebak di jalan tol antara Kanci dan Pejagan. Waktu itu, exit tol yang terakhir adalah exit Pejagan. Memang tidak sedramatis kejadian "Brexit" pada libur Lebaran tahun ini, namun secara emosi sudah cukup melelahkan. Berikut adalah sedikit catatan saya:
Libur akhir tahun 2015 yang menggabungkan libur maulid Nabi Muhammad, libur Natal dan libur anak
sekolah benar-benar libur 4 hari yang sangat dinanti-nantikan oleh hampir semua orang, saya salah satunya. Sudah lama kami sekeluarga ingin bepergian ke kota Semarang. Pertama, karena kami sekeluarga memang belum pernah mengunjungi Semarang. Yang kedua adalah karena saya juga sudah lama ingin mengunjungi museum kereta api di Ambarawa yang terletak di selatan Semarang. Saya ingin sekali naik kereta yang ditarik lokomotif uap.
sekolah benar-benar libur 4 hari yang sangat dinanti-nantikan oleh hampir semua orang, saya salah satunya. Sudah lama kami sekeluarga ingin bepergian ke kota Semarang. Pertama, karena kami sekeluarga memang belum pernah mengunjungi Semarang. Yang kedua adalah karena saya juga sudah lama ingin mengunjungi museum kereta api di Ambarawa yang terletak di selatan Semarang. Saya ingin sekali naik kereta yang ditarik lokomotif uap.
Yang istimewa dari perjalanan kali ini adalah kami menggunakan mobil. Biasanya, rute perjalanan kami menggunakan mobil tidak akan lebih dari jarak 250 km. Rute yang sering kami tempuh adalah Jakarta - Cirebon, Jakarta - Bandung, dan jarak-jarak pendek lainnya seperti Jakarta- Anyer, Jakarta - Bogor/Puncak dan Cirebon - Pemalang. Selain jarak-jarak dekat tersebut biasanya kami akan menggunakan kereta api ataupun pesawat terbang lalu kami akan menyewa mobil di kota tujuan.
Hal istimewa lainnya adalah saya belum memesan hotel dan menyusun itinerary. Waktu itu saya tidak memesan hotel karena saya belum bisa menentukan secara pasti dimana kami akan beristirahat dan perkiraan waktu tempuh yang sedikit berbeda karena kepadatan jalan raya.
Rabu, 23 Desember 2015, mobil pesanan saya datang sekitar pukul 9 malam. Mengingat pengalaman perjalanan mudik Jakarta Cirebon dengan waktu tempuh sekitar 25 jam beberapa tahun lalu sebelum dibangun tol Cikopo - Palimanan, kami memutuskan untuk berangkat pada keesokan harinya setelah melaksanakan shalat shubuh.
Setelah shalat shubuh, selesai packing dan mempersiapkan semuanya kami memulai perjalanan dari Depok sekitar pukul 5.20 pagi. Rencana nya, kami akan mengambil rute tol dari tol Cijago sampai dengan exit tol Pejagan dan dilanjutkan perjalanan lewat jalur pantura sampai ke kota tujuan kami, Semarang.
Sampai di ruas tol Jagorawi, lalu-lintas terlihat lancar karena mungkin masih pagi. Saya seperti biasanya akan mengambil exit menuju tol lingkar luar untuk kemudian bergabung di ruas tol Jakarta - Cikampek. Namun, saya mendadak berubah fikiran karena antrian di gerbang tol yang begitu panjang. Saya lalu putuskan untuk melanjutkan perjalanan ke arah Cawang.
Saya melewatkan exit cawang dan lanjut mengemudi ke arah tol dalam kota dengan maksud berputar balik ke arah Jakarta Cikampek. Disinilah drama itu berawal, belum sempat keluar tol dan berbalik arah, saya melihat pemandangan yang menakjubkan: ribuan kendaraan yang berhenti di jalur tol arah Jakarta Cikampek. Melihat itu, kami memutuskan untuk keluar dari tol dalam kota dan mencari sarapan saja. Kami keluar di exit mampang.
Sekitar pukul 07.00 setelah sarapan, kami kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini kami masuk dari tol lingkar luar dari pintu tol pasar minggu. Tidak ada antrian yang berarti di pintu tol. Tidak berapa lama, kami sudah kembali di ruas tol. Namun, ketika baru saja kami masuk ke ruas tol, laju kendaraan kembali melambat dikarenakan padatnya kendaraan.
Saya kemudian memutar radio informasi jalan tol. Diberitakan bahwa kemacetan tol dalam kota sudah sampai Tomang. Saya kemudian keluar lagi dari jalur tol dan memutuskan untuk mencapai gerbang tol Bekasi Timur dengan menggunakan jalan arteri. Beberapa jam kemudian kami berhasil masuk ke gerbang tol bekasi Timur dan merayap sampai Cikampek. Rupanya salah satu penyebab kemacetan di ruas tol, selain kendaraan yang memang membludak juga disebabkan rest area yang tidak dapat menampung pengendara yang hendak beristirahat sehingga mereka memakai ruas jalan tol dan menghambat kendaraan yang akan lewat.
Setelah melewati tol Cipali yang tidak begitu padat, kami berhasil mencapai Palimanan pukul 17.30. Perjalanan Palimanan - Cirebon tidak seperti biasanya sangat lambat. Setelah saya perhatikan, penyebabnya cukup sepele: parkiran kendaraan yang menggunakan badan jalan untuk parkir di beberapa rumah makan Empal Gentong di daerah antara Palimanan dan Cirebon.
Pukul 22.30, kami bersiap kembali melanjutkan perjalanan, sepanjang jalan tadi kami sudah bertekad tidak akan menggunakan jalan tol Palimanan - Pejagan karena menurut laporan beberapa teman di facebook tadi sore, kendaraan mereka stuck di pintu keluar tol Pejagan. Setelah mengisi bahan bakar di dekat pintu tol, entah mengapa saya tergerak untuk memasuki tol. rencananya untuk menghindari kemacetan kami akan keluar pintu tol Kanci saja. Namun, menjelang pintu keluar kanci, jalan masih sangat lancar dan saya kembali tergoda untuk melanjutkan perjalanan menggunakan tol.
Keputusan meneruskan perjalanan menggunakan tol rupanya adalah keputusan yang tidak begitu tepat. Kami diganjar dengan kemacetan sepanjang 20 km yang harus ditempuh dalam waktu 5 jam yang melelahkan dan penuh emosi. Bahkan istri saya ketika terjaga dari tidurnya di beberapa km menjelang pintu tol pejagan sempat meminta saya untuk berputar balik kembali ke arah Cirebon. Saya tidak mengabulkan nya karena perhitungan waktu yang sama antara terus atau memutar balik.
Selepas Pejagan, kami meneruskan perjalan dan ternyata perjuangan belum berakhir. Kemacetan juga melanda ruas pantura dikarenakan pembetonan di sebagian ruas jalan ke arah Brebes. menjelang shalat shubuh kami beristirahat sejenak sambi menunggu shalat shubuh di sebuah mushola. Selepas subuh perjalanan dilanjutkan dengan kondisi jalanan sedikit lancar. Karena sudah waktunya, kami mampir sarapan si sebuah rumah makan persinggahan yang memasang foto-foto SBY dan presiden lain ketika berkunjung ke tempat mereka.
Setelah melewati kota Pemalang, Tegal, Pekalongan, dan Batang kami akhirnya memasuki kota Semarang tepat sebelum shalat Jumat. Setelah shalat Jumat, mengingat semua anggota perjalanan yang sudah kelelahan dan kebutuhan untuk merebahkan pinggang barang sebentar tugas berat selanjutnya adalah mencari hotel. Saya memang tidak membook hotel sebelumnya mengingat perkiraan saya akan ketidakjelasan waktu sampai seperti saya ceritakan sebelumnya. Tantangannya adalah, setelah bertanya pada front desk sebuah hotel yang menyatu dengan mall terbaru di kota Semarang, semua kamarnya penuh. Lalu di front desk officer itu dengan baik hati menawarkan diri untuk menghubungi hotel-hotel lainnya untuk menanyakan apakah masih ada kamar yang tersedia. Setelah menelpon hampir sepuluh hotel yang berbeda, untung saja masih ada beberapa kamar di sebuah hotel budget tidak jauh dari hotel tempat saya bertanya.
Walaupun pada saat peak season harganya sudah tidak budget lagi, hotel budget ini benar-benar efisien: tidak ada restoran dan kolam renang, yang ada hanya kamar hotel, lobi dan sedikit parking space saja, tidak lebih dari itu. Kami pun check in dengan cepat lalu naik ke lantai kamar kami lalu memasukkan barang-barang dan merebahkan diri sebentar. Karena lapar mulai melanda, kami memutuskan untuk makan di warung ayam goreng tradisional dengan lambang ibu-ibu berkonde karena pernah makan di rumah makan dengan merk itu dan cukup puas dari segi harga maupun rasa.
Makan selesai, rencananya kami mau keliling-keliling kota barang sebentar sampai maghrib tiba. Namun, ketika saya menstart mobil, tidak ada bunyi mesin seperti biasanya. Sunyi senyap. Saya coba lagi beberapa kali dan hasilnya nihil. Barang ini tidak mau bangun. OMG pasti akinya soak. Saya sempet bingung. Untung saja, menurut tukang parkir di rumah makan itu, mereka punya montir sendiri. Saya kemudian memintanya untuk memanggil montir rumah makan itu. Montir datang dan sedikit mengecek aki, kesimpulannya ya kalau mau jalan sementara di “jumper” saja dulu memakai aki lain. Setelah nanti mobil nyala tentunya saya harus mencari bengkel ataupun toko yang menjual aki mobil. Tapi, dimana mencari bengkel yang buka di hari libur natal seperti ini?
Seorang pengunjung yang kebetulan ikut memperhatikan keadaan saya, memberitahu saya kalau beberapa toko perlengkapan mobil mungkin masih buka sampai pukul 9 malam. Saya juga diberitahu arah dan kemana harus mencarinya. Tapi, terus terang saya tidak mengerti, wong berkeliling kota Semarang saja baru kali ini. Sebenarnya saya sebelum ini pernah mengunjungi Semarang namun benar-benar cuma mampir. Kali pertama adalah dulu waktu SMA ketika saya pulang selepas mengunjungi kalimantan barat dan kapal yang saya tumpangi dari Pontianak berlabuh di Semarang. Dari perlabuhan, saya langsung menuju terminal bus dan melanjutkan perjalanan ke Cirebon, Kali kedua adalah ketika saya dalam perjalanan dinas ke Kudus. Hari terakhir sebelum kembali ke Jakarta saya menginap di Semarang. Saya hanya menginap di hotel, makan di dekat hotel dan keesokan harinya langsung menuju bandara.
Pukul 17.30, keseruan berlanjut, bukan untuk berkeliling kota seperti rencana kami sebelumnya. Kali ini, kami berkeliling kota mencari bengkel yang masih buka. Seorang sekuriti sebuah bengkel yang sudah tutup memberitahu kami kalau di daerah jalan Pemuda masih ada bengkel yang buka 24 jam. Kami lalu bergegas mencari bengkel dimaksud. Setelah ketemu, mobil kami di cek dan benar saja, harus ganti aki. Jadilah malam itu kami menunggu mobil yang sedang di servis di bengkel.
Setelah menunggu kurang lebih satu jam setengah karena menunggu giliran servis, kami melanjutkan tujuan kami berkeliling kota. Karena sudah terlalu letih, kami hanya berputar sekali di simpang lima yang malam itu benar-benar super ramai. Sepeda hias yang dibentuk seperti mobil dan ditempeli lampu berwarna-warni menghiasi alun-alun simpang lima malam itu. Kendaraan yang berjejal ditambah dengan orang-orang yang bersliweran menuju alun-alun membuat jalan di sekeliling simpang lima seperti kolam kecil yang dipenuhi ikan. Melihat itu kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke hotel saja untuk beristirahat sambil merencanakan perjalanan esok hari untuk mengunjungi museum kereta api di Ambarawa.
Keesokan harinya, setelah sarapan seadanya di hotel yang pagi itu hanya menyediakan dua menu andalan nasi ayam dan nasi pecel, kami bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan ke Ambarawa. Namun, sebelum kami benar-benar meninggalkan kota Semarang kami bermaksud berfoto dulu di depan landmark kota semarang yang kemarin bolak-balik kami lewati : Lawang Sewu.
Kemarin siang sampai sore kami sempat beberapa kali melewati Lawang Sewu ini. Ramai. Kali ini kami lewati pagi-pagi, ternyata belum begitu ramai. Namun ada satu hal yang membuat kami galau. Kami tidak bisa menemukan tempat parkir yang layak untuk memarkir kendaraan kami. Tempat parkir yang tersedia adalah di pinggir jalan sebelah sungai yang terletak persis di sebelah gedung Lawang Sewu, itu pun kelihatannya hanya dikelola oleh masyarakat sekitar karena memang tidak ada parkir resmi yang dikelola pemda. Masalahnya adalah tempat parkir sangat terbatas dan tempat parkir itu persis di samping tempat pembuangan sampah sementara. kami sempat berkeliling untuk menemukan spot parkir, namun sepertinya penuh. Akhirnya saya berkeliling lagi dan ternyata di belakang lawang sewu adalah komplek pertokoan yang luas dan karena masih pagi parkiran nya juga belum begitu penuh. jadilah kami memarkir kendaraan disana. Saran saya kalau kamu mau mengunjungi Lawang sewu mending tidak usah bawa mobil deh. Kalau hotel kamu deket ya jalan kaki saja. Kalau harus bawa mobil ya parkir di pertokoan sekitar lawang sewu saja terus naik becak atau jalan kaki.
Setelah membayar tiket masuk lawang sewu 10 ribu per orang, kami mulai menjelajahi Lawang Sewu ditemani seorang pemandu. Saya hampir selalu menggunakan jasa pemandu jika mengunjungi tempat seperti ini, alasannya adalah disamping kita bisa mendengarkan cerita pemandu juga dengan adanya pemandu, berkeliling akan menjadi lebih efektif karena biasanya pemandu sudah mempunyai urutan ruangan atau bagian-bagian gedung yang penting yang harus dilihat.
Pemandu kami bercerita bahwa gedung Lawang Sewu dulunya merupakan kantor pusat Jawatan Kereta Api yang digunakan sebagai perkantoran dan juga tempat menginap beberapa ekspatriat asal Nederland yang bekerja di Jawatan Kerata Api. Kamar-kamar tempat tidur para ekspatriat ini dibuat dalam satu lantai dan dibuat berderet. Pada setiap kamar terdapat pintu-pintu yang tinggi dan apabila pintu-pintu itu dibuka terlihat berderet rapi sehingga terlihat sangat banyak. Mungkin itulah yang membuat gedung ini pada akhirnya disebut Lawang Sewu atau Seribu Pintu. Dengan ventilasi yang baik dan material lantai yang terbuat dari marmer, walaupun tidak menggunakan pendingin ruangan udara terasa sejuk di dalam gedung itu. Ditambah lagi dengan ruang bawah tanah yang digunakan untuk menampung air berfungsi untuk mendinginkan marmer di atasnya sehingga suhu di dalam ruangan bisa tetap sejuk. Ruang bawah tanah ini pada jaman Jepang berubah fungsi menjadi ruang tawanan dan ruang penyiksaan. Jaman sekarang, ruang bawah tanah itu sering dijadikan lokasi syuting acara tv. Menurut saya ruangan yang paling keren adalah ruangan lotengnya. Kayau-kayu penyangga atap terlihat seperti perahu yang dibalik.
Setelah berfoto seperlunya dan mengucapkan terimakasih kepada bapak pemandu, kami melanjutkan perjalanan ke arah Ambarawa. Menurut google map dan bapak pemandu gedung lawang Sewu, perjalanan ke Ambarawa dapat ditempuh dalam satu jam dari kota semarang. Perjalanan menuju Ambarawa ini dapat ditempuh dengan menggunakan tol maupun dengan jalan biasa. Kami memutuskan untuk melalui jalan tol. Jalan tol yang kami lewati sebenarnya adalah jalan tol Semarang - Solo yang saat ini masih dibangun. pembangunannya saat ini baru mencapai Bawean, sehingga kami harus keluar melalui exit bawean. Selama perjalanan sekitar 25 km ini kami disuguhi pemandangan pegunungan dan perbukitan yang sangat memanjakan mata.
Untuk mencapai Ambarawa, setelah keluar exit bawean kami berbelok ke arah kanan kemudian berbelok lagi ke arah kiri ke arah Yogyakarta. Jangan sampai salah belok karena belokan ke arah kiri setelah exit tol adalah jalan ke arah Salatiga dan Solo. Di pertigaan persimpangan arah Semarang dan Yogyakarta kendaraan kami sedikit tersendat, namun setelah itu lancar. Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri jalan Palagan dan jalan Jend. Sudirman yang masih dalam ruas jalan yang sama kemudian berbelok kiri setelah pasar ke arah jalan Brigjen Sudiarto. Di ujung jalan Brigjen Sudiarto sebelum pintu perlintasan kereta kita harus berbelok kanan sedikit menuju parkiran yang disediakan oleh penduduk sekitar.
Setelah berjalan sedikit sekitar 100 meter, sampai juga kami di pintu masuk Museum Kereta Api Ambarawa. Sebelum menjelajahi isi museum, kami membeli tiket terlebih dulu di loket masuk yang saat itu bentuknya hanya berupa booth kecil dengan dua orang penjaga. Kami menanyakan tentang kereta uap wisata yang katanya rutin dijalankan dari stasiun Ambarawa, ternyata kereta itu hanya jalan pada hari libur nasional dan hari-hari teetentu saja. Wah lain kali harus menyesuaikan jadwalnya nih.
Koleksi utama Museum Kereta Api Ambarawa adalah berbagai macam model lokomitif uap yang bervariasi besar dan tahun pembuatannya. Ada sekitar 30 lokomotif yang dipajang di area museum. Anak saya sangat antusias sekali melihat lokomotif dan menaiki satu per satu lokomotif yang ada. Lokomotif uap mengingatkan saya pada serial Thomas and Friends yang bercerita tentang persahabatan lokomotif-lokomotif di pulau Sodor dengan tugas yang berbeda-beda. Dulu, waktu anak saya masih berumur 2 sampai 4 tahun, Thomas and Friends ini adalah tontonan wajib setiap hari, sehingga lama kelamaan saya juga jadi suka.
Setelah puas mengelilingi museum selama kurang lebih 3 jam, kami bersiap kembali untuk perjalanan panjang selanjutnya. Perjalanan pulang ke Depok!
Untuk perjalanan pulang saya menempuh rute yang sama dengan rute berangkat yaitu kembali lagi ke Semarang dan terus berkendara melalui jalur Pantura melewati kota Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal Cirebon dan dilanjutkan dengan ruas tol Cipali sampai Depok. Tidak seperti perjalanan berangkat yang penuh perjuangan, perjalanan kami pulang ke Depok cukup lancar dengan waktu tempuh yang tidak terlalu lama karena memang belum terlihat arus balik liburan. Hal ini boleh jadi dikarenakan kami memajukan jadwal kepulangan sehari lebih cepat untuk menghindari kemacetan.
Karena kurangnya persiapan dan rencana yang tidak begitu matang, liburan akhir tahun kali ini memang lebih seru dan penuh kejutan. Saya berharap di waktu yang lain saya bisa mewujudkan rencana untuk mengelilingi pulau jawa dengan jalur yang berbeda ketika berangkat dan pulang.
Jika kamu ingin berpergian, tidak ada salahnya kamu renungkan sebuah pepatah Arab ini:
"Barang siapa yang tahu jauhnya sebuah perjalanan, hendaklah dia bersiap-siap"July 11, 2016
Comments
Post a Comment