Jejak Ramadhan
Bulan Syawal sudah hampir habis, tinggal beberapa hari saja. Sebelumnya, kita telah melalui Ramadhan, bulan yang di dalamnya kita diberi kesempatan untuk beribadah dengan suka cita bersama-sama sebagai ajang untuk menambah skill-skill rohani, mengasah ketajaman perasaan, menumbuhkan keperduliaan kita terhadap sesama dan yang terpenting adalah belajar memperbaiki diri dengan menyematkan perhiasan yang paling utama yaitu akhlak yang baik.
Di suatu pagi di bulan Ramadhan, saya pernah ditanya oleh seorang teman apa menu sahur saya. Saya lalu bercerita kalau saya hanya makan kurma beberapa buah dan minum beberapa gelas air putih. Lalu teman saya bertanya, apa nanti siang tidak lapar. Saya jawab dengan terus terang, ya pasti
lapar, tapi bukannya puasa memang seharusnya lapar. Saya jadi ingat sebuah syair yang dilantunkan Bimbo yang berbunyi "lapar mengajarmu rendah hati selalu".
lapar, tapi bukannya puasa memang seharusnya lapar. Saya jadi ingat sebuah syair yang dilantunkan Bimbo yang berbunyi "lapar mengajarmu rendah hati selalu".
Menjadi rendah hati tentu saja bukan perkara yang mudah. Menahan lapar pada saat dengan gampangnya kita memperoleh makanan juga bukan hal yang mudah. Sampai-sampai, banyak di antara kita karena urusan lapar, lupa menjaga akhlak dan menahan amarah. Contohnya adalah ketika ramai diberitakan razia yang dilakukan satpol PP di sebuah daerah terhadap sebuah warung makan yang buka di siang hari bulan Ramadhan. Dengan cepat berita ini tersebar di media sosial dan televisi lalu menuai berbagai macam komentar dengan bahasa yang halus sampai bahasa yang kurang layak didengar. Hal yang tidak perlu terjadi. Saya bilang tidak perlu karena bukankah secara alami memang semuanya harus saling menghormati?
Selain berpuasa, ibadah bulan Ramadhan lain yang biasanya ramai dilaksanakan bersama-sama adalah sholat tarawih. Shalat tarawih biasanya ramai dilaksanakan di awal-awal bulan Ramadhan dan jamaahnya berkurang di pertengahan dan di akhir bulan. Yang selalu ramai sepanjang Ramadhan justru adalah postingan video-video semisal video tarawih tercepat dan sebagainya yang banyak sekali dikomentari dan bahkan diejek-ejek di media sosial.
Di akhir Ramadhan, kita akan sibuk sekali, mengalahkan sibuknya lalu lintas Sudirman ketika jam pulang kantor. Kita sibuk dengan rencana mudik, belanja, menukarkan uang kecil untuk dibagi-bagikan dan banyak kesibukan lain menyambut hari raya.
Begitulah Ramadhan demi Ramadhan berlalu, tahun demi tahun. Kita akan bersedih ditinggal Ramadhan dan berharap untuk bertemu dengan Ramadhan tahun depan, padahal beberapa hari sebelumnya ketika dia benar-benar ada bersama kita, kita kurang memperlakukannya dengan baik.
Ramadhan sejatinya adalah bulan pelatihan yang sangat bebas. Kita diberikan kebebasan untuk merencanakan dan menjalaninya dengan penilaian langsung oleh Allah SWT. Pelatihan selama sebulan itu akan terlihat hasilnya dari bagaimana kita menjalani 11 bulan lainnya. Ultimate goal dari berpuasa sebagai ibadah inti di bulan ramadhan adalah menjadi orang yang bertaqwa yang tentu saja akan sangat sulit diukur dan dievaluasi. Akan tetapi saya yakin tanda-tandanya akan mudah dilihat: akhlak yang mulia.
Jadi, kalau kita mau berbicara yang tidak pantas dan sepertinya bakal menyakiti hati orang lain, mau menerobos lampu merah, mau ugal-ugalan di jalan, mau parkir sembarangan, mau membagikan hal-hal yang kurang baik di media sosial, mau marah-marah, mau menyimpan dendam di hati, mau menyerobot antrian, mau membicarakan kejelekan orang lain, mau nyinyirin orang, dan mau-mau yang tidak baik lainnya, saatnya bertanya kepada diri kita masing-masing apakah jejak-jejak Ramadhan sudah benar-benar menjauh dari hati kita?
July 28, 2016
Comments
Post a Comment