Paris, Sejarah yang Tersembunyi
Saya baru saja selesai membaca buku Paris, Sejarah yang Tersembunyi karya Andrew Hussey yang menurut tulisan tangan tanggal yang terdapat di sebuah halaman buku saya dapat dipastikan saya beli pada tanggal 14 Februari 2014. Artinya, saya baru menyelesaikan buku ini dalam waktu dua tahun tiga bulan. Waktu yang cukup panjang untuk membaca sebuah buku setebal 559 halaman. Namun bagi saya adalah sebuah prestasi karena seingat saya, saya belum pernah benar-benar selesai membaca secara penuh terjemahan Al-Quran dalam bahasa Indonesia yang tebalnya kurang lebih sama dengan buku ini dari halaman awal sampai akhir padahal saya sudah dikenalkan dengan Al-Quran mungkin sejak saya dilahirkan. Tentu saja ini menjadi PR besar buat saya.
Saya akui setelah membaca buku ini - walaupun apa yang diceritakan dalam buku ini jauh dari kesan yang saya maupun mungkin orang-orang lain harapkan dari Paris - tidak akan merubah harapan saya akan bagaimana kota ini akan menyambut saya ketika mengunjunginya. Kita pasti tidak akan begitu perduli apa yang telah dilalui jalanan, gang-gang, bulevar-bulevar dan gedung-gedung kota Paris. Apa yang kita harapkan adalah bahwa Paris bisa menawarkan romantisme yang tidak bisa kita dapatkan dari kota-kota lainnya di mana pun di dunia ini melalui menara Eifel ataupun landmark-landmark lainnya.
Membaca bagian-bagian awal buku akan mengingatkan kita bahwa akan sedikit sulit untuk menentukan asal asal-muasal Prancis, Paris dan orang-orang yang hidup di dalamnya pada zaman prasejarah sampai tahun 987 Masehi dengan pembedaan yang jelas secara ras akan sangat sulit dilakukan karena faktanya orang-orang Galia, Gallo-Romawi dan orang Frank dengan cepat bergaul dan bahkan melakukan pernikahan antar ras. Setelah melalui perjalanan panjang penyerangan, pengepungan dan pembantaian sampai abad ke-9, diceritakan Paris mulai membangun kembali.
Bagian kedua buku yang diberi judul Kota Kegembiraan mengambil latar tahun 987 - 1460 M menceritakan Paris yang diberkati pada awal millenium dengan lahirnya seorang Raja yang diberikan oleh Tuhan bernama Philippe - Auguste. Philippe - Auguste berhasil mencapai kemenangan yang menjadikan Prancis sebuah bangsa dan Paris sebagai ibukotanya. Bagian ini juga menceritakan kedatangan pertama orang Yahudi yang menjadi bukti kekayaan dan ketersohoran Paris secara internasional. Salah satu cerita penting dalam bagian ini adalah dimulainya pembangunan katedral Notre-Dame yang menurut Victor Hugo mengubah tatanan kota dalam sebagian besar aspek yang paling mendasar. Pada masa ini Paris disebutkan telah menjadi ibukota budaya Eropa barat. Meskipun begitu, pada pertengahan dan akhir masa ini terjadi kemerosotan yang sebagian besar disebabkan oleh perang, bencana kelaparan dan yang paling parah adalah kelemahan dan kebodohan monarki.
Kengerian adalah kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang diceritakan dalam bagian ke-tiga buku ini : Kota Pejagalan, 1461 - 1669. Bagian ini menceritakan bagaimana pembunuhan-pembunuhan massal berdarah dan memalukan terjadi. Salah satu peristiwa puncaknya adalah pembantaian pada hari Santo Bartholomew yang ironisnya dipicu oleh sebuah pernikahan.
Sejak pertengahan abad ke-17 Paris telah menjadi ibukota politik, mode dan seni Eropa. Bagian-bagian buku selanjutnya menceritakan bagaimana pemberontakan-pemberontakan menjadi Revolusi yang terkenal, bagaimana Paris dikuasai oleh penguasa-penguasa yang berganti-ganti dari waktu ke waktu dan bagaimana Paris dan Parisian berhasil melewati pertempuran-pertempuran dan penghancuran yang mengerikan.
Jika kamu ingin mengenal Paris seperti mengenal kekasih yang tidak kita kenal hanya dari kesukaan dan riasannya tetapi juga dari harapan-harapan dan kegelisahannya yang terdalam, maka buku ini layak untuk kamu baca.
May 18, 2016
Comments
Post a Comment