Budi Baik Saling Mencari

“Ininnawa mitu denre sisappa, sipudoko, sirampe teppaja”
”Hanya budi baik yang akan saling mencari, saling menjaga, dalam kenangan tanpa akhir.”

Malam itu hujan turun cukup deras, saya masih di kamar sebuah hotel dekat kawasan kuliner Makassar di jalan Datu Museng, menunggu waktu untuk bertemu seorang teman yang saya kenal lewat media sosial. Kami hanya mengandalkan kesamaan kami dalam menyukai grup musik yang sama untuk dapat bertemu. Sebelumnya kami memang pernah bertemu beberapa kali ketika teman saya yang asli Makassar itu mengunjungi Jakarta, tapi kami tidak pernah mengobrol. Hanya bersalaman dan bertegur sapa, tidak lebih dari itu.

Mendekati pukul 10 malam, setelah selesai menghadiri sebuah acara di hotel lain, teman saya itu mengabari kalau dia sudah menuju hotel tempat saya menginap. Saya kemudian bergegas turun untuk menunggu teman saya di lobi hotel.

Tidak berapa lama saya menunggu, teman saya datang. Kami lalu menuju area merokok yang ada di restoran hotel. Saya memang sudah berhenti merokok, tapi apa boleh buat, teman saya itu tidak mau mengobrol kalau tidak di smoking area.  Saya sebenarnya tidak tau mesti ngomongin apa, karena memang ini  pertama kalinya kami bertemu.

Saya malam itu lebih banyak mendengarkan. Dia banyak bercerita tentang Papua dan daerah lain yang dikunjunginya untuk sebuah pekerjaan dari sebuah NGO. Obrolan kami terhenti karena malam sudah hampir berganti pagi. Selain itu kami memberi kesempatan masing-masing untuk bersiap mengahadapi pekerjaan keesokan harinya. Besok, rencananya dia akan mengunjungi pulau Lombok untuk pekerjaan yang sama.

Teman lain yang saya temui di Makassar adalah seorang teman dari masa kuliah diploma III. Dengan kata lain, kami tidak pernah bertemu semenjak lulus pada tahun 2000, enam belas tahun yang lalu. Kami dipertemukan kali ini lewat group chat. Saya terus terang sudah tidak begitu ingat nama dan muka teman saya itu. Saya mengingatnya kembali setelah melihat database pegawai dan melihat fotonya. Seingat saya, dulu kami juga tidak pernah satu kelas. Satu-satunya persamaan kami secara historis hanyalah pernah menjalani pendidikan di sekolah yang sama enam belas tahun yang lalu selama tiga tahun. Itu saja. Karena kami bertemu di waktu makan siang, saya diajak makan di restoran konro yang menurutnya cukup terkenal seantero Makassar. Kami mengobrol tentang apa saja yang bisa diingat pada masa-masa kuliah dan tentu saja soal pekerjaan.

Teman saya yang satu ini berasal dari Klaten, istrinya berasal dari Malang. Tugas negaralah yang membuat dia dan keluarga kecilnya kini tinggal di Makassar sejak tahun 2013. Teman saya cukup bersyukur karena dia tidak perlu pulang pergi Makassar-kampung halaman hanya untuk melepas kerinduan dengan keluarga seperti banyak dilakukan teman-teman kami. Instansi kami memang tidak membuat kota penempatan sebagai suatu pilihan. Setelah makan siang, dia menawarkan diri untuk mengantarkan saya ke bandara keesokan harinya.

Selain dua teman saya tadi, ada seorang teman lagi yang saya temui di Makassar. Kami janjian untuk dapat bertemu di malam hari, selepas shalat Isya. Supaya lebih gampang tadinya kami janjian di hotel saja. Namun, kami akhirnya janjian bertemu di Masjid terapung yang berjarak 300 meter dari hotel karena saya berencana shalat Isya di sana.

Teman saya yang satu ini adalah teman satu kamar sewaktu saya tinggal di sebuah pesantren di Cirebon. Tahun terakhir saya di sana adalah sekitar tahun 1994, 22 tahun yang lalu. Masa-masa yang sangat berkesan. Kami tinggal di kamar nomor lima yang kami namai: Kamatra (kamar lima putra). Kamatra sesungguhnya adalah kamar ajaib. Kamar yang berukuran sekitar 3mx3m itu menjadi tempat tinggal bagi 9 orang pelajar lengkap dengan lemarinya masing-masing.

Setelah berkenalan dengan istri dan anak teman saya, pertemuan kami berujung di sebuah warung makan yang menyediakan coto Makassar dan sop sodara. Saya makan dua porsi.

Saya yakin ketiga pertemuan itu bukan suatu kebetulan, ada kekuatan besar yang membuat semua itu terjadi. Mungkinkah ini arti dari budi baik yang saling mencari?

Comments

Popular posts from this blog

Karya Besar Vincent van Gogh

Memahami Syukur

Pemilu