Rindu Baitullah

Sampai saat ini saya belum selesai membaca sebuah buku karangan Augustus Ralli terbitan tahun 1909 yang berjudul Christians at Mecca, isinya tentang pengalaman beberapa orang Kristen yang menyusup masuk ke Makkah. Mereka masuk dengan berbagai cara dari mulai menyamar menjadi peminta-minta sampai menjadi hamba sahaya. Makkah mempunyai magnet yang kuat bagi siapa saja untuk mengunjunginya. Bagi umat Islam, Makkah adalah satu dari dua kota suci yang sangat berarti karena merupakan kota tempat ibadah Haji dan Umroh dilaksanakan, kota kelahiran Nabi Muhammad dan kota tempat Kabah sebagai kiblat umat Islam berada.
Allah lebih mengetahui kapan sejarah Makkah dimulai. Boleh jadi sejarahnya sudah seumur bumi karena di Makkah terdapat sebuah rumah tua yang menjadi rumah ibadah pertama di muka bumi yang dalam Al-Quran disebut Baitul ‘Atiq, bangunan yang kini dikenal dengan nama Ka’bah. Para sejarawan berselisih pendapat mengenai siapa sebenarnya yang membangun Ka’bah dan kapan Ka’bah dibangun. Namun adalah satu hal yang pasti bahwa Ka’bah sudah ada saat nabi Ibrahim diperintah Allah untuk meninggalkan Hajar dan anaknya Ismail di sebuah lembah kosong di dekatnya.
Sebelum meninggalkan istri dan anaknya, Ibrahim memohon kepada Allah agar mereka selalu mendirikan shalat dan memohon agar hati manusia condong untuk mengasihi mereka dan memohon untuk diberikan rezeki bagi mereka dari buah-buahan sehingga mereka menjadi orang yang bersyukur. Hajar yang ditinggal begitu saja di lembah gersang tak berpenghuni sempat bertanya kepada Ibrahim, "apakah Allah yang memerintahkan ini kepada Tuan?" Ibrahim mengiyakan, lalu Hajar pun berkata, "jika memang demikian, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami."
Setelah sekian lama, bekal makanan maupun air yang dibawa oleh Hajar untuk bertahan berangsur habis. Karena tidak tahan akan tangisan anak nya, Hajar lalu berlari hilir mudik antara bukit Safa dan Marwah untuk mencari pertolongan. Di tengah kekalutan, Allah mengutus Jibril untuk menunjukan sumber air yang yang kini dikenal dengan Zamzam. Sumber air inilah yang yang kemudian digunakan untuk memberi minum peziarah yang mengunjungi Baitullah dari segala penjuru bumi.
Tiga hari yang lalu saya masih bisa menikmati sejuknya air zamzam yang disediakan di kran-kran dan di dispenser-dispenser yang disediakan hampir di seluruh bagian Masjid Al Haram. Selain kran-kran dan dispenser disediakan juga gelas-gelas plastik sekali minum untuk memudahkan jamaah, bagi yang membawa tempat minum sendiri tentu saja boleh mengisinya sampai penuh. Bahkan, beberapa jamaah ibu-ibu membawa galon seukuran 5 liter untuk diisi dan dibawa pulang dengan meletakkannya di atas kepala.
Berada empat hari di rumah Allah terasa begitu singkat. Jamuan demi jamuan terasa begitu nikmat. Saat-saat berbincang dengan tuan rumah begitu dinanti. Saat ampunan diberikan dan segala permintaan akan dikabulkan. Saat hamba yang hina diberi kesempatan untuk meminta dengan penuh pengharapan. Saat keluh kesah dan suara hati didengar oleh yang Maha Mendengar. Saat perpisahan begitu berat untuk diucapkan.
Hari ini dan mungkin hari-hari selanjutnya yang tersisa hanyalah kerinduan. Kerinduan untuk dapat kembali berkunjung ke rumah Tuhan, tempat jiwa-jiwa yang gersang disiram sejuknya air mata sehingga dapat menumbuhkan kembali pohon-pohon amal shaleh yang akan berbuah kebaikan.

February 14, 2016

Comments

Popular posts from this blog

Karya Besar Vincent van Gogh

Yang Muda Berhaji

11 Lagu Wajib Anak Tongkrongan Depan Gang Tahun 90'an