Menulis Untuk Diri Sendiri

Kemarin saya menghubungi Eko Prabowo, penulis buku -buku keren: Saya Ada Di Sana! Catatan Pinggir Grunge Lokal, Dua Senja Pohon Tua dan #RockMemberontak. Bukan mau ngasih lihat foto selfie saya bersama buku terakhirnya #RockMemberontak yang sudah sampai ke rumah kontrakan saya dua hari yang lalu, tapi saya mau minta maaf karena saya tidak jadi kirim Jeniper seperti janji saya sebelumnya. Sebabnya adalah karena waktu itu Jeniper saya ditolak JNE dan setelah itu tidak
kunjung saya kirimkan juga karena malas. Akhirnya, Jenipernya keburu kadaluarsa. Selain permintaan maaf tadi, saya sekaligus memberi dia kesempatan untuk menjawab beberapa pertanyaan saya yang sepertinya cocok diberikan kepada penulis, bukan untuk tukang kue cubit apalagi atlit karate. Jadilah saya mengirim pertanyaan-pertanyaan itu lewat email kemarin.

Hari ini saya mendapatkan email balasan lengkap dengan lampiran yang berisi pertanyaan saya dan jawabannya. Makanan itu lebih nikmat kalau dimakan bersama-sama, begitu juga inspirasi. Beberapa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu memberi saya inspirasi, mungkin juga buat kamu. Jadi, saya kira akan lebih baik kalau saya bagi pertanyaan beserta jawabannya disini. Siapa tahu ada seorang atau dua orang diantara kalian mempunyai pertanyaan yang sama. Mari kita simak yuk!
P= Pertanyaan
J= Jawaban
P: Gambarkan diri kamu dalam satu paragraf!
J: Senang menulis. Senang bercerita. Menyukai musik, buku, makanan, kopi, dan petualangan yang tidak terlampau berbahaya. Mencintai hal-hal baru. Selalu mencari inspirasi di setiap tikungan kehidupan.
P: Menulis 3 buku dalam satu tahun adalah sedikit luar biasa, apakah kamu yakin kalau orang-orang terdekat kamu memperoleh perhatian yang cukup?
J: Hahaha… Yakin sekali. Menulis buku, setidaknya bukan buku fiksi, tidaklah terlampau menyita waktu dan energi. Selalu ada jalan kalau kita memang mau.
P: Apa sih tujuan kamu menulis buku?
J: Saya ingin menyampaikan hal-hal yang menurut saya penting untuk disampaikan.
P: Apakah yang ingin kamu capai dari menulis buku?
J: Tidak ada apa-apa. Saya menulis karena memang dalam jiwa ini ada perasaan, ada kebutuhan, untuk menulis. Itu saja. Mungkin kamu akan mengerti kalau kamu sudah menulis buku pertamamu :p
P: Apakah semua orang bisa menulis buku? Jelaskan.
J: Sayangnya, tidak. Seperti juga tidak semua orang bisa bermain bola atau menjadi gitaris handal. Ada bakat, minat, dan keberuntungan. Namun terlebih, determinasi.
P: Apakah prasarat menjadi seorang penulis buku?
J: Syarat utamanya ya harus gemar menulis. Doyan bercerita. Dan pastinya, suka membaca. Menulis tanpa membaca barangkali seperti orang yang sombong. Mau bicara tapi enggan mendengar. Kering. Dan pastinya, jelek.
P: Apakah kamu punya tahap-tahap sendiri sebagai pakem dalam menulis buku.  Jelaskan.
J: Pakem belum ada. Rasanya saya belum menemukan signature style dalam menulis buku. Namun yang jelas, biasanya saya sudah memahami tema apa saja yang mau saya tulis, bagaimana saya akan menulisnya nanti, dan kebutuhan teknis apa saja yang harus dipenuhi. Kasarnya, saya sudah tahu tulisan saya akan seperti apa bahkan sebelum saya mulai menulisnya.
P: Tahap manakah menurut kamu yang paling penting?
J: Tahap memulai sangat penting. Namun di atas segalanya, tahap menyelesaikan adalah yang utama, hahaha…
P: Tahap manakah yang paling membutuhkan kerja keras?
J: Tahap menyelesaikan buku. Pada tahap itu, kamu berjuang sendirian melawan setan-setan piaraanmu sendiri seperti rasa malas, rasa takut, ketidaktahuan, dan lain sebagainya.
P: Tahap manakah yang nyebelin?
J: Rasanya tidak ada. Setiap tahap terasa seru.
P: Apakah kamu membuat target tertentu dalam menulis? Jika ada, excuses apa yang bisa kamu telolir dalam mengejar target kamu.
J: Targetnya ya selesai satu buku. Kalau kerja dengan orang lain, target waktu semakin detil dan penting untuk dipenuhi. Rasanya tidak ada alasan. Kalau kamu mencintai sesuatu, pasti cari jalan, bukan alasan.
P: Dari mana kamu memperoleh ide untuk menulis ini atau menulis itu?
J: Dari ngobrol dengan orang-orang kreatif dan kritis. Bergaul dengan orang-orang yang menolak status quo. Dari merekalah ide-ide lahir dan kemudian dibesarkan. Kedai kopi jadi bagian penting dalam proses kreasi saya menulis sebuah buku.
P: Bagaimana meyakinkan diri sendiri sehingga suatu ide itu menarik, bukan hanya bagi diri sendiri tapi juga bagi orang lain?
J: Tanyakan ke orang. Kalau mereka tertarik, berarti ok. Kalau tidak, perbaiki. Ide bagus tidak lahir di ruang hampa. Harus diuji kiri kanan.
P: Apakah kamu punya cara tersendiri untuk menilai ide itu layak untuk diteruskan menjadi buku atau tidak? Bagaimana kamu melakukannya.
J: Menulis buku adalah urusan saya dengan diri saya sendiri. Menjual buku, lain lagi masalahnya. Menulis buku yang laku dijual, itu benar-benar hal yang berbeda. Percaya saja pada penilaian diri sendiri, namun selalu terbuka pada pemikiran-pemikiran baru. Insting. Saya rasa tidak ada panduan untuk hal seperti itu. Maaf.
P: Setelah ide untuk menulis kamu dapat apa hal pertama kamu lakukan agar semuanya tidak berhenti pada ide?
J: Menulis sebuah kalimat atau paragraf yang menjadi inti buku. Itulah pesan utama buku yang akan saya tulis.
P: Bagaimana kamu mengatur sumber daya yang kamu miliki dalam mewujudkan ide menjadi sebuah buku? Dan bagaimana kamu mengantisipasi sumber daya yang tidak kamu miliki?
J: Saya rasa semua orang punya caranya masing-masing. Berteman dengan banyak orang kreatif jelas jadi nilai tambah yang tidak terlukiskan harganya. Sumber daya yang kita butuhkan pasti ketemu di jalan, selama kita tidak berhenti berjalan.
P: Dua dari tiga buku yang kamu tulis melibatkan orang-orang yang tentu saja kamu kagumi, bagaimana kamu meyakinkan mereka sehingga mereka mau bekerja sama?
J: Saya tanya mereka. Saya jelaskan semuanya, dari pesan utama buku, bentuk, visinya nanti, dan lain sebagainya. Untungnya mereka mau, hahaha!
P: Apa yang kamu dapatkan dari menulis buku?
J: Saya mendapatkan pencerahan. Menulis buku ternyata banyak memberi kita pengetahuan dan wawasan baru, terlebih tentang diri kita sendiri. Dan saya dapat uang. Serius. Dua buku saya sebelum Rock Memberontak benar-benar memberi keuntungan finansial untuk saya dan tim buku. Harapannya buku ketiga juga demikian.
P: Bagaimana kamu tetap menyalakan kobaran api semangat untuk menulis?
J: Satu atau dua kali, pembeli buku saya mengirim gambar atau message di socmed. Apresiasi mereka yang tulus benar-benar membuat terharu. Saya rasa itu ganjaran yang tiada taranya bagi penulis buku seperti saya.
P: Bagaimana mengatasi rasa takut buku kamu nantinya tidak disukai, tidak mendapatkan sambutan positif dari pembaca, jangan-jangan malah mendapat sambitan?
J: Saya menulis untuk diri saya sendiri. Kalau saya yakin bahwa apa yang saya tulis memang penting dan bahkan bisa membuat saya bangga (bayangkan saya melihat balik ketiga buku yang sudah terbit saat saya berusia 60 tahun), saya tidak terlalu peduli apa kata orang lain. Apalagi kalau orang itu bukan siapa-siapa di bidang perbukuan, hahaha… Go f**k yourself!
P: Jika kamu mempunyai penyakit, penyakit apa yang kamu ingin tularkan kepada orang lain?
J: Penyakit percaya diri, agar orang percaya diri saja pada musik yang mereka sukai, tidak peduli itu masuk televisi atau tidak. Orang Indonesia memang menyedihkan. Bahkan untuk bilang bahwa dia suka musik tertentu saja, tidak berani.
Nah, itu dia pertanyaan dan jawabannya, kesimpulan silahkan ambil masing-masing ya, Semoga bermanfaat.
December 15, 2015

Comments

Popular posts from this blog

Karya Besar Vincent van Gogh

Yang Muda Berhaji

11 Lagu Wajib Anak Tongkrongan Depan Gang Tahun 90'an