Saya Berhenti Merokok
Ketika menyelesaikan tulisan ini, saya baru menikmati sebatang rokok terakhir saya. Buat anda perokok, siapkan kopi dan rokok anda, bagi anda yang tidak merokok, boleh baca ini sambil minum kopi atau apa pun yang anda suka karena tulisan ini akan sedikit panjang.
Merokok memang nikmat, setidaknya itu yang saya rasakan dan saya juga yakin semua perokok rasakan. Saya merokok dalam berbagai keadaan, sebut saja ketika saya buang hajat, sehabis makan, sambil membaca, mengobrol dll. Namun, bila saya ingat-ingat, sebagian besar waktu yang saya habiskan untuk merokok adalah justru ketika saya sedang tidak melakukan apa-apa.
Rokok yang saya hisap setidaknya butuh waktu 5-10 menit untuk dihabiskan jadi bisa dihitung berapa banyak waktu yang saya habiskan untuk merokok setidaknya 10 batang sehari.
Terkadang, namun jarang sekali, rokok saya hisap ketika saya merasa gugup atau tertekan dan saya gunakan untuk membantu saya berkonsentrasi. Mungkin rokok tidak benar-benar menekan rasa gugup, rasa tertekan ataupun menambah konsentrasi, namun setidaknya itulah yang saya rasakan atau saya harap untuk rasakan. Yang paling populer digunakan alasan untuk merokok adalah ketika mulut terasa asam ketika saya selesai makan. Saya tidak mengerti mengapa begitu, namun setidaknya itu adalah salah satu hal yang jujur yang saya katakan.
Saya mulai merokok sejak masa-masa SMA. Saya tidak merokok untuk terlihat keren atau pun supaya disebut jantan. Saya merokok karena ingin merasakan rokok. Pada saat pertama kali saya merokok, saya menemukan bahwa merokok itu "enak". Enak bagaimana? Ya enak saja. Bahkan, sampai saat ini mungkin kamu yang tidak merokok sering bertanya apa sih enaknya merokok? Saya tidak bisa menjawab lebih rinci kecuali ya enak saja.
Selanjutnya saya mulai merokok secara sembunyi-sembunyi. Sebagaimana umumnya anak sma pada waktu itu, saya tidak mempunyai uang berlebih. Saya hanya membeli rokok dari sisa-sisa uang ongkos angkot. Di rumah, saat malam hari, saya mengambil beberapa batang rokok dari bungkus rokok ayah yang kebetulan merokok juga. Pada waktu itu saya berfikir kalau mengambil rokok sebatang atau dua batang itu tidak akan ketahuan. Namun, ternyata saya salah. Sebagai perokok, saya terkadang tahu persis berapa sisa rokok yang tersisa dalam bungkus rokok saya dan sekarang saya yakin, saat itu ayah saya tahu kalau saya suka mengambil rokoknya.
Saya mulai terang terangan merokok ketika saya sudah mulai bekerja dan bisa membeli rokok dengan uang saya sendiri. Bagi sebagian orang, rokok merupakan cerminan tebal tipisnya dompet. Ketika banyak uang dia akan membeli rokok mahal sedangkan kalau lagi bokek dia akan beli rokok murah.
Sekarang, kebanyakan waktu merokok saya adalah di kantor, di sela-sela waktu bekerja.
Di rumah, pada awalnya, saya merokok di dalam rumah dengan syarat saya tidak satu ruangan dengan istri dan anak. Seiring berjalannya waktu, istri saya mengeluh mengenai bau rokok yang sampai ke dalam kamar walaupun saya merokok di ruang keluarga. Sejak itu, saya mengalah dan hanya merokok di luar rumah saja. Saya akan keluar ke halaman untuk memberi saya sedikit waktu merokok.
Kebijakan jam kerja yang panjang akhir-akhir ini, membuat saya sampai di rumah sekitar pukul 9 malam. Saya merasa sangat sedikit sekali waktu yang tersisa untuk sekedar bermain dengan anak saya. Di sela-sela waktu bermain yang hanya satu jam sampai dua jam itu saya menyempatkan diri untuk merokok. Kadang saya hentikan permainan dengan alasan saya ingin merokok sebentar. Ada rasa bersalah sebenarnya saya mengambil hak waktu anak saya bermain-main, namun saya memberikan alasan kepada diri saya bahwa merokok hanya makan waktu sebentar.
Saya mengenal beberapa orang yang sudah berhenti merokok. Sebagian besar alasan mereka berhenti adalah karena sakit. Sebut saja, kakak kandung istri saya, seorang teman saya dan termasuk ayah saya sendiri yang berhenti merokok setelah terkena stroke ringan dengan komplikasi diabetes dan jantung.
Terus terang, sebagai perokok saya tidak terpengaruh dengan itu. Saya tidak begitu yakin kalau orang bisa sakit atau mati karena merokok. Walaupun, di lain pihak saya mengakui kalau kebiasaan merokok itu bukan kebiasaan yang sehat. Alasan yang banyak dikemukakan perokok adalah banyak perokok yang sampai tua masih hidup dan bahkan masih merokok di usia tuanya.
Bahkan, sekarang perokok ditakut-takuti dengan bungkus rokok yang bergambar organ-organ tubuh yang terkena penyakit yang mengerikan. Yang lebih ngeri lagi, di sana ditulis "rokok membunuhmu". Apakah berpengaruh bagi perokok? Jawabannya "tidak". Simpel saja, merokok itu seperti olahraga ekstrim.
Berkali-kali, ada juga usaha untuk menaikan cukai rokok. Itu juga tidak begitu berguna. Perokok malah bangga kalau dia bisa menyumbag penerimaan negara.
Ada lagi orang iseng atau ingin terlihat jenius menghitung-hitung uang yang digunakan perokok , kalau kamu tidak merokok kamu bisa menabung 500 ribu sebulan, setahun bisa dapat 6 juta, sepuluh tahun bisa beli rumah, beli mobil atau naik haji. Itu hitungan sederhana yang bakal dijawab sederhana oleh para perokok: kalau kamu tidak merokok terus apakah kamu sudah punya rumah? Sudah beli mobil atau naik haji? Masih banyak non perokok yang tidak punya rumah, tidak punya mobil dan belum naik haji.
Saya sendiri sebenarnya sudah jauh-jauh hari ingin berhenti merokok. Namun, akhir-akhir ini, beberapa pertanyaan berikut cukup mengganggu saya.
"Apakah kamu baru berhenti merokok setelah sakit menghampirimu?" (Ya mungkin saja) Belum lagi kalau saya saya ditanya "bagaimana kamu menggunakan waktu yang diberikan?" (Saya begini-begitu, kadang-kadang saya merokok) Belum lagi pertanyaan yang mungkin akan diajukan karena saya sering ijin merokok ketika bermain dengan anak saya. "Di mana kamu saat anakmu membutuhkan perhatianmu?" (Saya sedang merokok) Bisakah kamu mengganti waktu yang hilang?" (Maaf saya menyesal, bisakah saya ganti dengan yang lainnya?)
Sungguh saya tidak mau jika saya sampai ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu, apalagi jawaban terbaik saya bakalan seperti kalimat-kalimat di dalam kurung itu.
Tadi pagi seusai berjalan keliling komplek selama 15 menit, istri saya menanyakan kado ulang tahun pernikahan. Kebetulan, hari ini sembilan tahun yang lalu, sekitar satu jam lagi, saya menerima nikah seorang gadis. Saya bilang saya punya kado, tapi nanti saya berikan. Kado ini saya peroleh dengan sekuat tenaga. Yang saya kumpulkan mungkin lebih lama dari usia pernikahan kami. Kado ini saya berikan kepada istri dan anak saya.
Bismillahirrahmanirrahim, saya kumpulkan segala kekuatan dan keteguhan hati untuk mengucapkan tiga kata di bawah ini.
"saya berhenti merokok"
September 9, 2015
September 9, 2015
izin share
ReplyDeletesilahkan...
Delete