PJ20 : Prakata : dari Cameron Crowe
Saya akui bahwa saya adalah seorang kolektor. Saya akan menyimpan segalanya. Saya akan menyimpan semua catatan, tanda terima, foto, majalah, kartu, dan semua nomor telepon. Semua barang-barang itu bagi saya adalah berharga untuk disimpan dalam kardus dalam dan pasti berguna di waktu yang akan datang. Adalah suatu beban bagi saya seperti terikat dengan tumpukan kardus itu. Dan ketika harus pindah rumah, rasanya mengerikan sekali. Terkadang, mencari sesuatu dalam kardus-kardus itu adalah sebuah usaha tanpa hasil. Akan tetapi, di dalam tumpukan kardus itu dan sifat pengumpul saya ada sesuatu yang berguna. Seperti hari ini, ketika saya menemukan dua kardus yang berdebu yang salah satunya saya beri tanda dengan tulisan spidol tebal “Pearl Jam Stuff/’90’s dan satu lagi dengan tulisan PJ2000’s. Sedia payung sebelum hujan dan ternyata sekarang hujan telah datang.
Waktunya sangat menarik. Kami sudah menghabiskan waktu setengah tahun di ruang editing untuk film yang menandai perjalanan karir Pearl jam dalam dua puluh tahun terakhir. Saya fikir saya sudah mencari di tiap sudut dan celah, menonton setiap berita dan wawancara dari berbagai media, mentransfer setiap film Super 8 dari videographer Pearl Jam yang menambah bahan bagi film ini. Bahan-bahan milik saya sendiri sangat telat untuk dimasukan dalam film, namun membantu saya mengarungi perasaan dan mengingat momen-momen dalam hidup saya dalam menyaksikan kelahiran dan perjalanan hidup sebuah band yang sangat besar.
Mereka telah tumbuh dari musisi-musisi muda yang sangat serius, mengalahkan segala pengaruh dan emosi, jujur dalam berkarya, tidak menyerah dan siap menghadapi perjalanan menuju gerbang kesuksesan, berperan dalam kancah politik dunia, menjadi apa mereka sekarang: Para pemusik yang pantang menyerah dengan gairah yang tak berubah. Sebuah konser Pearl jam berarti lebih dari sekedar musik. Konser itu lebih berarti tentang semangat saling percaya pada kekuatan manusia dan musik untuk merubah hari-hari yang buruk menjadi lebih baik, atau semangat untuk menghadapi ketidakadilan bersama-sama. Itulah garis besar perjalanan karir mereka selama dua puluh tahun ini. “Tidak satu malam pun yang saya ingat karena kita ikut arus saja, merasakan setiap gerakan. Dan setiap malam” dan Jeff tersenyum takjup “benar-benar memberikan kekuatan”
Kardus-kardus itu penuh dengan kaset-kaset, catatan-catatan, bootlegs dan buku. Jauh lebih dalam, saya menemukan sebuah kantong muntah pesawat yang dilipat rapih dengan sebuah tulisan “dari Eddie”. Ternyata itu adalah sebuah kaset “Ampex” demo lawas. Saya ingat, ketika itu kami sedang membuat film Singles di tahun 1991. Pearl Jam terlibat di beberapa bagian film. Jeff sangat menyukai seni dan saya banyak meminjam barang-barang pribadinya untuk menghias apartemen di film saya. Jeff punya banyak hal-hal berbau seni, olah raga dan film yang dipajang di dinding rumahnya, dari David Lynch sampai hal-hal metal yang aneh, Kings X sampai pemain-pemain supersonics, (Sori banget kalau beberapa vinyl dan poster Joe Perry Project hilang; nanti gw cari di ebay). Campuran hal-hal tersebut memberikan pengaruh bagi lahirnya Pearl Jam. Seni adalah segalanya, itulah mungkin yang Jeff ingin katakan dengan semua pilihannya. (Pencarian kreatifnya lah yang membuat dia berpindah dari Big Sandy, Montana ke kiblat seni Seattle). Selera Jeff dan teman geng musiknya Stone Gossard begitu menginspirasi dan bebas dari aliran. Tidak masalah untuk menyukai disko, hard rock, Kiss, Queen dan Blues. Semuanya keluar dalam musik yang mereka buat dalam Green River.
Dalam kardus itu juga terdapat foto langit Seattle di tahun 1980-an akhir. Cakrawala berwarna biru gelap dengan hiasan bintang utara- begitulah musik mereka pada sat itu, biru, lantang, dramatis dan sekaligus memeberikan kegembiraan. Langit seperti itu begitu menggoda untuk dilihat. Begitu menggoda untuk dirasakan walaupun dalam ruangan garasi tempat mereka membuat musik sekalipun dalam pencarian nada-nada yang tepat. Memang tidak selalu hujan di Seattle, tapi musik dari Northwest mempunyai ciri dari pemain mereka yang selalu membuat musik dalam ruangan untuk mendengarkan dan bermain, bermain dan mendengarkan. Mereka punya banyak waktu untuk mengeksplor hingga musik mereka terdengar pas.
Dari awal memang ada hal yang begitu baik tentang Pearl Jam. Jeff, Stone, gitaris Mike McReady dan selanjutnya Eddie, punya keterbukaan kepada musik dan dunia dan perhatian yang begitu tidak masuk akal akan detil bagaimana band mereka bisa berbeda dari band lainnya. Band itu tumbuh dari sebuah keajaiban. Stone dan Jeff sudah lama bermain dengan seorang bintang lokal, Andrew Wood, seorang penyanyi dan penulis yang mempunyai kharisma dan bakat yang luar biasa. Ketika Wood meninggal karena over dosis heron di malam tur besar pertama Mother Love Bone, guncangannya melebihi gempa manapun. Bayangan Andrew Wood membuat semua sulit melupakannya, tapi ketika kaset demo proyek Gossard dan Ament sampai kepada seorang surfer muda dari San Diego yang dengan cepat klop, tidak satu orang pun percaya bahwa petir bisa menyambar lagi secepat itu. Tidak begitu lama, peselancar yang malu-malu itu sudah berada diantara kita yang dengan menunduk dan tidak banyak bicara berusaha menyesuaikan diri. Sekali-kali dia akan menyibakkan rambut dari depan mukanya dan memandang kami dengan mata yang berkilat dan nakal. Dia adalah seseorang yang mempunyai pengalaman yang buruk.
Suatu malam, duduk dengan kaki bersilang, di rumah seorang teman, sambil mendengarkan kaset Neil Young Eddie bercerita kepada saya tentang saat dia mengetahui ayah kandungnya adalah seseorang yang keluarganya kenal dan telah meninggal. Itu adalah momen yang cepat dan muram, semacam pengakuan dari mana kemarahan yang terpendam dalam lagu-lagunya berasal. Sebagian besar waktu kami habiskan untuk mengobrol tentang Pete Townsend nya The Who. Townsend adalah pahlawan bagi kami. Disamping fakta the Who adalah sebuah band rock terbesar, kita berdua menyukai kejurnalisan Rolling Stone dalam diri Townsend. Townsend adalah juru bicara dari musik rock yang paling jujur, dan yang terbaik, karena dia menulis dari dalam. Townsend menulis tentang kepercayaan akan Rock sebagai kekuatan penyembuh. Tidak ada kebosanan dalam hubungannya dengan musik. Kecintaannya pada rock hampir merupakan sesuatu yang religius dan fanatik hingga pada suatu saat seorang politisi Abbie Hoffman berusaha meraih mikrofon dan menyampaikan sesuatu di tengah pertunjukan Who di Woodstok, Townsend menghalaunya turun dari panggung dengan gitarnya. Mendengarkan demo Eddie untuk pertama kalinya, saya merasakan passion yang sama. Musik adalah tempat berlindung, tempat dimana keajaiban selain rock dapat terjadi. Seperti yang lainnya, Eddie adalah seorang fans, dan seperti fans lainnya mengerti, musik dapat membawa kita mengarungi arus ke tempat yang kita tidak pernah bayangkan. Jika kita bisa memahaminya, maka itu adalah sebuah eksperimen kimia. “Saya hanya ingin bermain”, Eddie pernah berkata “hanya ingin tetap bermain”
Pesan : Tidak ada omong kosong yang perlu disela.
Dari waktu ke waktu suara Eddie mulai berubah. Dibulan-bulan awal, dia membawa diri dengan sikap seperti seorang tamu di pesta makan malam yang tidak pernah disangka-sangkanya. Penuh rasa syukur, penyayang dan manis. Ada sebuah momen di film Pearl Jam Twenty ketika dia berbicara kepada juru kamera band, Kevin Shuss, setelah sebuah show. Saking gembiranya dengan apa yang terjadi di panggung, dia menyuruh Kevin untuk minggir, dan berkata dia punya tiga kata untuknya: “I love you” dengan senyum khasnya sebelum dia berlalu. –itulah Eddie Vedder yang datang ke Seattle dengan sekantung mimpi. Dengan cepatnya dia disukai orang-orang, dan dia juga tahu kalu dia membawa harapan bagi para pemusik Seattle, teman, dan keluarga yang tetap hidup dengan beban kehilangan Andy Wood dan begitu mengharapkan band ini untuk berhasil.
Konser pertama di Off Ramp dipenuhi pendukung yang cemas dan penuh harap. Eddie merasa gugup, bergerak kekiri dan ke kanan, maju dan mundur berpegang pada stand mikrofon seperti seorang nahkoda muda yang menyetir sebuah kapal pontoon. Apa yang menonjol dari show itu adalah lagu-lagunya. Percaya diri, jujur dan patut dikenang. Ada satu lagu yang paling menonjol dari yang lainnya. “Release” adalah lagu yang ditulis dari lubuk hati terdalam, lagu yang terisi dengan perasaan yang tulus dan membuat orang tersentuh. Momen yang begitu menggairahkan, dengan bersatunya audiens dan band, membawa panggung ke suasana yang diharapkan. Mereka berganti nama menjadi Pearl Jam. Dengan cepat badai kesuksesan menghampiri dan selanjutnya tergantung bagaimana merka belajar menghadapinya.
Lagu-lagu yang meraka bawakan menghantarkan mereka kepada album pertama. Lagu-lagu yang menggerakan orang-orang, menunjukkan sebuah komitmen yang semakin pudar dalam musik rock, dan tentu saja, dalam waktu singkat, kepopuleran mereka menjadi perhatian. Mereka melanjutkan dengan gaya mereka, dengan segala perubahan yang ada, mereka selalu berusaha menjaga karakter mereka seperti sedia kala. Manajer pertama mereka, Kelly Curtis, sampai saat ini tetap menjadi manajer mereka. Dia juga selalu membimbing band ini dengan prinsip sederhana: selalu jujur dalam bermusik.
Sangat sulit bagi sebuah band untuk tetap bersama. Kesuksesan merupakan sebuah mesin perubahan. Teman dan keluarga berganti, pengharapan juga berganti, masalah keuangan yang memicu ketidakpuasan. Lalu datanglah gangguan-gangguan: kerja sampingan, obat-obatan, rumah yang lebih besar dan lain-lain. Vokalis Soundgarden, Chriss Cornell memiliki sebuah pertanyaan yang tak terjawab. “Kenapa band-band Amerika tidak pernah bertahan? Ada band band Inggris seperti Rolling Stones dan the Kinks, mereke bertahan, tapi band-band Amerika akan punya satu atau dua hits lalu salah satu anggotanya merampok toko dan dipenjara, atau ketergantungan obat atau ada anggota yang sok menjadi pemimpin lalu…semuanya berakhir. “Cornell menngelengkan kepalanya dan melanjutkan “Di awal karir mereka, Pearl Jam mempunyai sebuah hal yang positif…sebuah janji. Janji untuk menjaga integritas dan kesetiaan untuk tidak menyia-nyiakan semua kepercayaan yang diberikan kepada mereka.” Lalu dia tertawa. “Mereka memegang janji itu, yang jauh penting dari sekedar kebersamaan.”
Sekarang saya membuka kotak yang kedua: PJ 2000s.
Disini kita melihat dasawarsa yang kedua, dan babak kedua dari band yang bisa bertahan dari ombak ketenaran yang pertama. Salah satu hal yang megejutkan, dari semua kenangan, kartu pass tur, press dan hal lainnya adalah sifat keras kepala mereka sebagai artis untuk melawan media. Kadangkala, bahkan band lain pun menganggap keinginan kuat Pearl Jam untuk tetap bermain dan tetap menjadi band yang kecil begitu membingungkan. Pearl Jam bertahun-tahun menolak untuk membuat video dan permintaan wawancara. Sikap keras kepala itu selalu ada dalam diri mereka mulai dari penolakan Vedder untuk menjadikan black sebagai single dari album Ten bahkan ketika permintaan itu datang dari petinggi label rekaman dan stasiun radio. Sebuah catatan dari awal tahun 2000-an, dalam sebuah percakapan dengan Bono, membicarakan Pearl Jam. “Aku tidak dapat memahami itu” Bono berkata. “Kami kesepian, kami menginginkan persaingan, kami menginginkan musik…. Aku selalu member tahu Eddie, ‘Kenapa kamu tidak membuat album rock yang hebat saja. Seperti yang pernah dilakukan Rolling Stone! Sebuah album musim panas yang dipenuhi single. Apakah itu begitu sulit? Itu tanggung jawabmu'. Mereka bisa menjadi band rock paling besar di muka bumi ini, ayolah Eddie!!!? Bono berhenti sejenak. “Aku menelponnya dan mengatakan ini padanya tapi dia tidak mendengarkan.”
Dengan berlalunya sepuluh tahun, adalah jelas bahwa Pearl Jam mendengarkan Bono. Mereka hanya tidak mengikutinya. Vedder, lalu banyak menentukan arah nasib kreativitas Pearl Jam. Mempunyai rencana perjalannya sendiri. Sekarang itu terlihat seperti sebuah visi, namun pada saat itu, menarik Pearl Jam dari mengejar kesuksesan komersial global sangat tidak bisa diukur. Apa yang dicari sebuah band? Jawabannya ada di sekelompok fans yang tetap setia kepada band melalui gelombang awal. Jawabannya ada di panggung.
Bagi siapa saja yang kehilangan jejak Pearl Jam di akhir tahun 90-an atau awal 2000an, kejutan selalu menunggu ketika mereka menghadiri sebuah konser. Selalu ada arena yang dipenuhi pengikut yang selalu bernyanyi bersama dan beberapa selalu mengikuti band ini dari show satu ke show lainnya. Ini tidak berbeda dari apa yang Jeff Ament lihat di era 90an, ketika melihat serangkaian konser Grateful Dead. Dia begitu terpesona dengan ketiadaan jarak antara fans dengan band, dan “fakta bahwa mereka mendapatkan sambutan yang sangat besar ketika mereka memainkan sebuah lagu yang 17 tahun tidak pernah dimainkan. Saya memperhatikan itu dan berfikir. Itulah yang disebut kesuksesan.”
“All that’s sacred comes from youth,” Vedder menulis dalam lagu”Not for You,” namun waktu sepertinya telah menawarkan perspektif yang berbeda. Dia sekarang memetakan kekuatan untuk mempertahankan Pearl Jam dengan mempelajari inspirasi yang datang dari karya-karya Neil Young atau dari para surfer berpengalaman yang dia lihat. Mereka adalah yang paling cerdas, mereka bisa menaklukkan ombak yang begitu besar lebih baik dari yang muda, dengan meminimalkan usaha yang sia-sia. Ada hal lain yang juga memberinya semangat. Seorang ayah dari dua anak akan terlalu sibuk untuk memusingkan masa kanak-kanaknya sendiri yang rumit, Vedder menulis lagu dengan presisi dan kedalaman yang lebih, dengan tidak mengorbankan passion. Ketika yang lain melihat perkembangan Eddie dan kenyamanannya pada diri sendiri, dengan inspirasi yang berasal dari kerja bahu membahu mereka, Vedder menjadikan anggota band lainnya sebagai kunci: Kekuatan gitar McCready’s, kejeniusan kreativitas Stone Gossard, Jiwa dan semangat artistik Ament, kesetiaan Matt Cameron, dan bahkan nasib baik yang dibawa Boom Gaspar, memungkinkan grup ini memainkan semua lagu mereka di atas panggung.
Buku ini didasarkan pada wawancara selama 20 tahun dengan band ini, dari awal karir mereka sampai pada pembuatan film Pearl Jam Twenty. Mulai dari wawancara formal sampai dengan obrolan pada saat sound check, atau pada saat rekaman, obrolan yang direkam disela-sela syuting film Singles, sampai dengan percakapan yang dilakukan oleh Jonathan Cohen melalui risetnya yang mendalam. Sampai saat ini saya tidak tahu bagaimana Cohen melakukan itu semua disamping pekerjaannya sebagai “booking musik” dari acara Late Night with Jimmy Fallon. Tapi itulah usaha yang besar dari seorang fans Pearl Jam dalam sebuah misi.
Terimakasih juga diucapkan untuk para anggota Pearl Jam untuk membuka lebar-lebar pintu rumah mereka, kehidupan mereka dan arsip mereka. Hal yang sangat dimengerti oleh penggemar mereka dengan baik, mereka adalah orang-orang yang bersahabat namun sangat menjaga privasi. Jadi, segala usaha untuk mencari informasi, mitos dan fakta adalah merupakan bagian dari penemuan kembali band ini. Beberapa orang mungkin tidak akan mengharapkan pendekatan yang begitu terbuka. Tapi lagi-lagi, seperti kita katakan di dalam Pearl Jam Twenty, mereka telah menjadi band yang paling tidak bisa ditebak dalam dunia musik rock.
Nikmati peta perjalanan ini yang didasari passion, musik, insting, humor, cinta, dan kekuatan saat lampu dipadamkan dalam sebuah show ketika Pearl Jam mengambil alih panggung dan semua bertanya, 'Kemana mereka akan membawa kita sekarang?' Untuk itu, saya akan membuat sebuah kotak baru dan mempersembahkan semua bagi beberapa orang-orang tak tergantikan yang tanpa mereka, saya tidak akan menemukan harta karun berupa kenangan dan musik dari dua puluh tahun mencintai band ini. Terima kasih, Nancy, Buddy, Kelly, Eric, Jeff, Stone, Eddie, Mike, Dave, Jack, Matt, Chris, Kevin, George, Pete, and Neil. Selamat Ulang Tahun!.
Turn it up!
Cameron Crowe
Januari 2011
kembali ke daftar isi
Comments
Post a Comment