Grunge atau Tidak Grunge, Terserah



Bagi saya yang anak Cirebon, tidak ada band yang sehebat Guns N’ Roses, suara lengkingan Axl Rose dan raungan gitar Slash saban hari dari siang sepulang sekolah sampai pagi menjelang sekolah selalu memenuhi kamar saya. Saya juga pernah membuat lukisan lambang GNR dengan cat Glotex (cat besi dan kayu)  di atas kanvas yang saya buat sendiri dari kain putih yang dilapisi tepung kanji  yang dicampur air kemudian dijemur.  Gambar pestol dan mawar itu kemudian saya tempel di dinding kamar dan saya pun menjadi merasa hebat dan berani menantang tetangga dengan menyetel tape kompo saya dengan volume full.  Dan  bersaing dengan tetangga yang  pada saat itu selalu menyetel  lagu Malaysia dan tarling Cirebon. Saat itu adalah tahun 1994.



Lalu saya bertemu dengan seorang teman dari kota Jakarta yang pindah ke sekolah saya, karena kami sekelas, saya sekali waktu main ke rumahnya dan lain dari tape kompo saya yang selalu dijejali lagu-lagu Guns N’ Roses, dia menyetel  lagu-lagu yang berirama agak aneh dengan konci gitar yang diulang-ulang dan suara vokalis yang kadang-kadang terdengar seperti narator trailer film barat. Sayapun sadar sekaligus terpana, ini bukan Guns N’ Roses dan saya sangat senang bertemu hal yang baru. Mereka adalah Pearl Jam. Saya meminjam beberapa kaset, yang saya ingat waktu itu adalah s album TEN dan Vs yang kemudian saya puter juga dari siang sampai pagi. Saya dengarkan musiknya dengan baik tanpa kesulitan mencerna, hanya saja saya kesulitan membaca teks lirik di cover kaset berupa tulisan tangan yang kadang tidak lengkap.

Kembali ke tahun 1992, saat itu saya duduk di bangku SMP saya menempati kelas yang penuh coretan tip-ex dengan kata-kata Nirvana, Kurt Cobain, dan gambar lingkaran berupa wajah yang sepertinya sedang nyengir.  Sampai suatu saat saya mendengarkan Nirvana album MTV Unplugged  di rumah teman saya, saya tidak pernah mendengarkan  Nirvana dan saya juga suka Nirvana ini, musiknya easy listening.  Dari majalah Hai yang saya pinjam juga dari temen saya, saya baru tahu kalau nama Pearl Jam disatukan dengan Nirvana, Soundgarden dan disebut Grunge. Saya sempat heran karena saya sedikit sekali menemukan kesamaan musikalitas dari kedua grup ini, baik gerakan-gerakan chord sampai pemilihan tema lagu, Nirvana Tidaklah sama dengan Pearl Jam. Belakangan saya mengetahui kalau mereka dikelompokan sedemikin rupa sebagai Grunge karena mempunyai  latar belakang  yang sama: masuk dalam skena music berasal dari Seattle pada masa yang bersamaan.

 

Untuk urusan musik saya pribadi termasuk yang tidak terlalu perduli dengan genre dan batasan. Saya tidak menutup hati dan kuping untuk genre music tertentu ataupun memujanya dan membelanya dengan darah . Ada orang yang kupingnya menjadi gatal-gatal ketika dia mendengar music dangdut, mendadak horni dan pengen kawin ketika mendengar music metal, atau mendadak muntah darah ketika mendengar music keroncong, saya nggak gitu-gitu amat. Bagi saya, mendengarkan music adalah proses. 

Bapak saya adalah pecinta Rhoma Irama. Saya ingat pernah mengacak-acak kaset-kaset bercover Oma Irama dan Elvi Sukaesih pada umur 3 tahun. Hampir setiap hari di masa kecil saya dipenuhi degan lagu-lagu macam Penasaran dan Syahdu. Sampai sekarang irama-irama semacam itu masih bisa saya nikmati. Anehnya, saya suka musik Oma Irama namun saya belum tentu suka dengan musik-musik irama melayu atau lebih popular dengan nama Dangdut. Belakangan saya fikir itu bukan sesuatu yang aneh.  Menyukai sesuatu itu bukan karena pengelompokannya tapi pada objek yang kita suka tersebut. 

Dengan kata lain saya tidak akan menyebut diri saya anak metal, anak dangdut, atau anak grunge. Dan jelas sekali bahwa penggunaan istilah adalah untuk memudahkan identifikasi. Navicula, sebuah band yang banyak disebut media sebagai band Grunge pada awalnya tidak mengatakan bahwa mereka adalah kelompok musik grunge.Dengan jelas pada pembukaan sebuah Lomba menulis blog yang diselenggarakan komunitas Pearl Jam Indonesia , Robi, vokalis Navicula berkata kalau kata-kata Green Grunge Gentlemen yang kini ada di website mereka pun merupakan julukan dari media. Tapi, jika ada individu yang menyebut dirinya grunge, atau bahkan mengubah namanya dengan menempelkan kata-kata grunge seperti yang terlihat di fesbuk, saya sih tidak masalah.

Hingga kini saya menyukai hampir seluruh jenis musik, dengan mayoritas band yang saya dengarkan adalah Pearl Jam dan yang lain adalah kadang-kadang. Untuk saat saat tertentu saya akan mendengarkan Deep Purple, Keroncong kemayorannya Gesang atau Rita Sugiarto. Jika saya merasa ingin mengenang masa-masa tertentu saya memutar Territorial Pissing nya Nirvana, Jika ingin mendengarkan manisnya suara Shawn Smith saya akan memutar Brad. Saya juga sering memutar lengkingan vocal Andi Deris nya Helloween. Saya berusaha membangun alam semesta musik di dalam kepala saya. 

Untuk urusan mendengarkan musik saya tidak mau pusing, turuti kata kuping. Musik dengan tema yang bagus belum tentu saya dengarkan kalau kuping saya menolak. Ini mungkin sama bagi semua orang, mungkin juga tidak sih.  Tapi kalau ada grup musik yang menyuguhkan tema yang bagus dengan music yang baik menurut kuping saya, saya akan dengarkan dengan sepenuh hati.


Navicula  adalah salah satu band Indonesia yang bagi saya dapat memanjakan kuping dan memiliki tema yang bagus dan beragam  dalam lagu-lagu mereka, sebut saja lagu-lagu Harimau-harimau, Orang Utan dan Supermarket Bencana. Secara musikalitas musik mereka cocok dikuping saya, dengan tema lagu yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, saya sangat suka.  Setelah menyaksikan pertunjukan mereka secara live, saya tau Navicula adalah masa depan. Dan saya tidak perduli Navicula itu grunge atau bukan, terserah.

foto navicula diambil dari naviculamusic.com

Popular posts from this blog

Karya Besar Vincent van Gogh

Yang Muda Berhaji

11 Lagu Wajib Anak Tongkrongan Depan Gang Tahun 90'an